Senin, 02 Juni 2014

Kumpulan Resume HI ASPAS

Resume 1 : Dampak Dinamika Regional Asia dan Domestik terhadap Kebijakan Luar Negeri Indonesia
By : Dewi Fortuna Anwar

Dalam artikel Dewi Fortuna Anwar yang berjudul The Impact of Domestic and Asian Regional Changes on Indonesian Foreign Policy menjelaskan tentang dinamika domestik Indonesia yang bermula pada masa transformasi rezim. Yaitu perubahan dari rezim orde lama menjadi orde baru. Pada masa itu ada sejumlah perubahan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tentang pemberdayaan DPR. Kemudian setelah berakhirnya rezim orde baru, muncullah demokrasi pada tahun 2004. Pada saat itu, Indonesia mengakui adanya kebebasan berekspresi. Hingga menimbulkan kritisan dari masyarakat sipil serta kebebasan dari media, yang asalnya pada zaman orde baru, pers itu sungguh sangat dibatasi, maka pada zaman demokrasi –karena ada kebebasan berpendapat atau berekspresi- semuanya dibebaskan. Masyarakat bisa melakukan apapun dengan dalih kebebasan tersebut, termasuk berdemo. Ketika politik domestik berubah mempengaruhi pembuatan keputusan, mengenalkan prioritas nasional baru dan mempengaruhi bagaimana prioritas tersebut berekspresi, dan perubahan dinamika regional yang juga menghadapi beberapa re-alignment dalam hubungan ekternal Indonesia.
Performa ekonomi Indonesia selama krisis 2008 menyebabkan terbentuknya citra baik Indonesia. Ditambah dengan kebangkitan Cina dan India di kancah internasional. Indonesia perlu melakukan adaptasi terhadap kebijakan luar negerinya. Hal tersebut dilihat dari meningkatnya keterbukaan pemerintah Indonesia dalam membuka pintu kerjasama di berbagai bidang terutama ekonomi. Mengingat potensi Cina yang begitu besar. Pada saat itu, Indonesia lebih memperbaiki hubungan dengan Cina guna untuk menyeimbangkan kekuatan atau counter balancing. Setelah itu, sekarang Indonesia lebih berfokus pada ASEAN dengan mengikuti berbagai macam kegiatan seperti halnya East Asean Summit serta G-20.
Kemudian, Indonesia dengan Australia pun menjalin kerja sama terutama dalam permasalahan politik dan keamanan melalui penandatanganan Agreement on the Framework for Security cooperation (Lombok Treaty) pada tahun 2006 dan mulai berlaku sejak Februari 2008. Ketertarikan Indonesia dengan negara-negara Asia lain juga semakin kuat setelah diadakannya kesepakatan pembentukan kerjasama ASEAN plus Three antara negara-negara anggota ASEAN dengan Cina, Jepang dan Korea Selatan sebagai rancangan kawasan Asia Timur yang baru. Akan tetapi, bagaimanapun Indonesia berharap besar pada ASEAN, banyak pihak yang meragukan bahwa ASEAN benar akan mampu menjadi batu pijakan bagi kebijakan luar negeri Indonesia. Hal ini terutama karena sejarah yang mencatat bahwa dinamika hubungan di ASEAN seringkali terhambat akibat ketidakseimbangan peran dan kontribusi dari setiap negara. Hal inilah yang seringkali dipandang oleh beberapa pakar bahwa kerjasama ASEAN tidak memiliki prospek jangka panjang bagi Indonesia sehingga lebih baik memprioritaskan kerjasama Asia Timur yang juga merangkul kekuatan-kekuatan eksternal Asia-Pasifik lainnya terutama Australia, Selandia Baru, India, Cina, dan Amerika Serikat bersama-sama dengan rekan kerjasama lainnya.
Proses pembuatan kebijakan luar negeri Indonesia saat ini secara signifikan dipengaruhi oleh desakan rakyat. Pada masa perundingan perjanjian kerjasama pertahanan dan ekstradisi bilateral dengan Singapura pada 2007, misalnya, kedua pihak negara sudah mencapai kata sepakat namun gagal diwujudkan ke dalam perjanjian yang sah akibat penolakan dari dalam negeri Indonesia. Kebijakan Indonesia pada zaman dulu adalah politik bebas aktif. Dengan dipengaruhi rakyat, kerja sama bilateral dengan singapura pada tahun 2007. Dengan berhasil mengajukan resolusi DK 1747 terkait sanksi Iran. Meskipun pada dasarnya kebijakan luar negeri Indonesia tersebut menimbulkan polemik akibat ketidakselarasan dengan aspirasi di dalam negeri. Karena sebenarnya didalam negeri muncul tekanan agar Indonesia menolak resolusi tersebut mengingat kekerabatan dengan Iran sebagai sesama negara dengan populasi Muslim yang besar berada diambang keretakan. 
Resume 2: China in the Asia Pacific
By: Remy Davison
Dalam artikel China in the Asia Pacific ini penulis menceritakan bagaimana hubungan Cina dengan negara-negara di Asia Pasifik seperti Taiwan, Jepang, Korea Utara, Hong Kong, dan Amerika Serikat. Pertama ia menceritakan kemunculan Cina yang diawali dengan Mao Zedong. Yaitu dengan pembentukan RRC atau Republik Rakyat Cina kemudian perlawanan Kuomintang, persaingan dengan Taiwan, Perang Korea, Sino-Soviet Split. Kemudian pada masa Deng Xiaoping, kebijakannya lebih berfokus pada kebijakan ekonomi. Yaitu kebijakan ekonomi “open door”, penetapan Zona Ekonomi Spesial dan dilanjut dengan masa Ziang Zemin. Pada saat itu, Cina melakukan normalisasi perdagangan antara AS dan Cina. Cina masuk sebagai anggota WTO pada periode presiden Bush, kemudian mengadakan china Trade Relations Act.
Salah satu hal yang dilakukan Cina untuk kembali mendekati AS adalah dengan membangun hubungan harmonis antara kedua negara. Hubungan tersebut menyebabkan munculnya isu “one China”, yaitu sekitar tahun 1972. Dimana Amerika mengemukakan tiga pernyataan resmi dan salah satunya adalah dukungan terhadap Cina dalam masalah Taiwan. Akan tetapi, perbedaan pendapat dan kepentingan antara AS dan Cina dalam hubungan tersebut menyebabkan ketidak harmonisan hubungan mereka. Kemudian berbagai peristiwa seperti pemboman kedutaan Cina di Belgrade oleh Amerika pada 1999, tabrakan pesawat kedua negara pada 2001, penolakan Cina akan intervensi militer Amerika terhadap Irak, dukungan Cina terhadap Korea Utara dan program nuklirnya serta berbagai perbedaan pandangan lainnya menunjukkan bahwa hubungan antara Cina dan Amerika mudah pecah dan menyebabkan persaingan antara kedua negara, karena belakangan ini Cina lebih mengarah pada posisi multilateralis Rusia dan Prancis.
Sebelum Cina bergabung dengan WTO, Cina sudah bekerjasama dengan berbagai perusahaan asing, hingga menempati posisi 51 persen. Sedangkan setelah masuk WTO, Cina harus mengikuti berbagai aturan yang ada di WTO. Misalnya peraturan dana pensiun dan keamanan tetap ketat, kepemilikan perusahaan asing dibatasi yaitu 33 persen pada sektor ini dan pada akhir tahun 2004 meningkat menjadi 49 persen. Seiring berjalannya waktu Cina semakin mengalami masalah dalam berbagai sektor keuangan terutama selama periode turbulensi keuangan internasional. Sehingga dapat dikatakan semenjak Cina masuk kedalam WTO dan pertumbuhan integrasi dengan pasar dunia menunjukkan bahwa kepentingan nasional dan preferensi kebijakan Cina semakin dipengaruhi dan dibatasi oleh ekonomi politik global.
Sebenarnya, kepentingan nasional dan preferensi kebijakan Cina ini lebih dipengaruhi dan dibatasi oleh ekonomi politik global. Karena dilihat sekilas pun, rata-rata kerja sama Cina dengan berbagai negara lain, memang sudah terlihat lebih fokus pada ekonomi. Misalnya, cina berusaha memperbaiki hubungan bilateral dengan beberapa negara anggota ASEAN dengan membangun kerja sama di bidang ekonomi, militer dan keamanan transnasional. Kemudian ia menggunakan ASEM sebagai forum multilateral untuk mencengah dominansi institusi-institusi internasional AS.
Terkait hubungan Cina dengan Korea, semenjak ujicoba nuklir Korea Utara tanggal 12 Februari 2013, hubungan Korea Utara dengan masyarakat internasional kembli menegang, tindakan Korea Utara dianggap sebagai pelanggaran serius oleh Dewan Keamanan PBB. Korea Utara ingin membatalkan gencatan senjata dengan Korea Selatan yang mengakhiri perang Korea pada 1953. Dan yang terjadi sekarang adalah justru sebaliknya, kunjungan menteri luar negeri Amerika ke Cina, John Kerry, memperkuat kerja sama dengan Cina dan membahas cara menangani ancaman agresif Korea Utara, mereka juga membahas lebih lanjut rencana denuklirisasi di semenanjung Korea. Karena desakan dari Amerika Serikat, Cina mulai memberikan tekanan kepada Korea Utara. Beberapa kali kapal berbendera Cina ditahan oleh Korea Utara, terakhir sanksi yang menginginkan diakhirinya program senjata nuklir diberikan kepada Korea Utara dari Dewan Keamanan PBB, memperketat restriksi finansial dan menghancurkan keinginannya untuk mengirim muatan yang dilarang. Cina sebagai aliansi utama Korea Utara justru menginginan sanksi ini sepenuhnya diterapkan.
Dilihat dari berbagai aktivitas kerjasama Cina dengan beberapa negara ASEAN serta negara lainnya, dalam hal ini berarti Cina memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan kawasan, khususnya di Asia Pasifik, yang kini dapat dikatakan menjadi ajang perebutan kepentingan negara-negara besar. Kehadiran Cina sendiri di dalam perkembangan kawasan mengancam Amerika Serikat, sebagai kekuatan hegemoni tradisional. Hubungan Cina dan AS pun hanya sebatas tataran politik dan militer pada awalnya, saat Cina mulai membuka hubungan kerjasama yang lebih didasarkan atas kepentingan nasional pragmatis, bukan ideologi, kerjasama AS-Cina meluas hingga pada tataran ekonomi.
Terdapat beberapa perubahan perkembangan Cina dalam hubungan internasional, seperti perubahan kepemimpinan pada CCP (Partai Komunis Cina) yang direpresentasikan oleh Wen Jibao, Hu Jintao dan Jiang Zemin. Sebagaimana yang dinyatakan Li (2001) bahwa para pemimpin Cina generasi keempat, merupakan orang-orang tekno-nasionalis yang melakukan reformasi politik dengan modernisasi ekonomi dan teknologi. Namun, modernisasi ini terhambat dengan pertumbuhan gerakan independen di Taiwan.








Resume 3: Japan in the Asia Pacific
By: Michael K. Connors

Artikel ini diawali dengan pembahasan Jepang yang menjadi tuan rumah dalam Piala Dunia pata tahun 2002 lalu. Dalam hal ini, Jepang berusaha menarik kembali perhatian masyarakat internasional dengan menjadi tuan rumah dalam acara tersebut. Disini, Jepang tampil sebagai kekuatan baru di dunia. Salah satunya adalah dengan kemajuan teknologinya yang luar biasa.
Berbalik menilik sejarah, kedatangan Komodor Perry “Black Ships” pada tahun 1853 menandai adanya keterlibatannya dengan dunia Barat. Pada saat itu Perry menuntut jepang membuka diri untuk perdagangan. Dari tahun 1870-an sampai dengan 1940-an jepang bertindak sama dengan negara industrialisasi (Jerman dan Italia), dalam hal itu disesuaikan dengan ideologi konserpatif dalam negeri untuk memobilisasi penduduk jepang untuk menjadi industrialisasi, nasionalisme dan dan ekspansi imperialisme. Dengan upaya untuk mengejar kekuatan besar di Eropa, Jepang memperoleh kekuatan militer dan angkatan laut yang signifikan, yang menyebabkan negaranya memenangkan Perang Sino-Jepang (1894-1895), Perang Rusia-Jepang (1904-1905). Dari kemenangan tersebut Jepang kemudian mengambil kendali dari Formosa di Taiwan dan Korea. Berbagai penindasan dan gerakan kemerdekaan di negara-negara itu sangat parah dan tak kenal kompromi yang kian memperburuk perang melawan China. Kemudian memperluas posisinya di Manchuria menjadi aturan formal.
Paska runtuhnya Jepang dengan di bomnya Hiroshima dan Nagasaki, jepang Jepang diuntungkan dengan menerima hegemoni AS, dimana Jepang kemudian diindentifikasikan sebagai kekuatan industri berorientasi barat. Selain itu AS juga mendukung masuknya Jepang kedalam GATT dan PBB tahun 1950, OECD tahun 1964, dan terakhir yaitu pada tahun 1960, sebangian besar kesepakatan Jepang untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dibawah payung keamanan AS merupakan hasil dari hubungan dekatnya dengan AS. Kesepakan tersebut kemudian terkenal dengan nama Doktrin Yoshida dimana ada tiga elemen utama yang dimuat di dalamnya, yaitu:
1.      Berkonsentrasi pada rehabilitas ekonomi melalui kerjasama dengan AS;
2.      Memelihara konsensus internal dalam pertumbuhan ekonomi dengan tidak ikut serta dalam politik dan hubungan strategi internasional;
3.      Menjamin keamanan dari AS dengan memberikan hak bagi basis pertahanan AS di tanah Jepang
Sebenarnya kerja sama tersebut dibangun demi perbaikan ekonomi Jepang, juga pengembalian nama baik Jepang yang telah dicap sebagai ‘surrender’ di mata internasional. Melalui kerjasama dengan Amerika Serikat, Jepang meraih kemudahan akses kerja sama ke dunia internasional. hingga mampu mengembalikan reputasi serta memperbaiki perekonomian negara mereka.
Selanjutnya hubungan Jepang dengan Cina. Menurut Michael K Connors, Jepang memiliki kedekatan hubungan diplomatik dengan Cina. Terutama di bidang ekonomi. Akan tetapi, hubungan tersebut sempat tersendat dengan adanya security treaty yang diadakan oleh Jepang dengan As. Dimana Jepang tunduk pada kebijakan containment AS terhadap Cina, terlebih dengan dilakukannya hubungan diplomatik antara Jepang dan Taiwan. Adapun masalah dalam hubungan Jepang dan Cina yang harus segera diselesaikan antara lain :
1.      Masalah pengertian sejarah
2.      Masalah Taiwan
3.      Masalah pulau Diaoyu
4.      Masalah kerjasama keamanan Jepang-AS
5.      Masalah kompensasi perang
6.      Masalah peninggalan senjata kimia Jepang di Cina.
Kemudian Jepang juga memperluas kepentingannya dengan mengembangkan hubungan dengan perekonomian Asia Tenggara pada 1960-an dan 1970-an dan semakin dikembangkan pada 1980-an. Hal ini terutama didukung oleh AS, yang pada awal 1950-an juga mengakui pentingnya Asia Tenggara untuk rekonstruksi ekonomi Jepang yang mengalami kehancuan pasca kekalahan dalam Perang Dunia II. Michael K. Connors menyebutkan beberapa faktor mendorong Jepang untuk mencari peran yang lebih aktif di wilayah tersebut pada pertengahan 1970-an. Pertama, dominasi ekonomi regional Jepang, terwujud dalam membanjirnya ekspor, menciptakan ketimpangan nasionalis di sejumlah negara Asia Tenggara pada awal 1970. Kerusuhan dan boikot terhadap impor Jepang terjadi di Thailand dan Indonesia, misalnya. Menyadari bahwa diplomasi ekonomi saja tidak cukup untuk menjaga hubungan baik dengan Asia Tenggara, Jepang memulai diplomasi baru dengan tetangga-tetangganya Asianya tersebut. Kedua, saat struktur kekuasaan di wilayah tersebut mulai terurai, dengan kekalahan AS di Vietnam dan kemenangan komunis di Indo-China, Jepang dipaksa untuk memikirkan kembali posisinya.
Dilihat dari beberapa teori, pada dasarnya Jepang ingin memperbaiki keadaan interen negaranya sendiri. Karena pada saat itu Jepang mengalami kerusakan yang begitu banyak akibat pemboman kedua wilayah tersebut. Menurut realisme, pada saat itu, Jepang menggerakkan dirinya kearah normalitas jepang. Ia tidak ingin satu negara lainpun yang mempengaruhi negaranya. Sedangkan neo-realisme melihat bahwa Jepang berusaha menyeimbangkan kekuatan dengan dunia global. Menurut liberalisme, Jepang lebih meningkatkan perannya. Hal tersebut dapat dilihat dengan keterlibatan Jepang di beberapa organisasi termasuk menjadi tuan rumah pada piala dunia tersebut. Guna untuk memberikan eksistensi Jepang di mata dunia internasional. Terakhir, menurut radikalisme, adanya struktur hegemoni di dunia internasional.





Resume 4 : Keamanan Regional di Asia Pasifik
Source of Conflict and Prospects for co-Operation
By : Jorn Dosch
Sebelum berbicara keamanan regional, perlu dipahami terlebih dahulu tentang konsep keamanannya itu sendiri. Dalam artikel Jorn Dosch, disebutkan tentang konsep keamanan. Keamanan dibagi menjadi dua, yaitu keamanan tradisional dan keamanan non-tradisional. secara historis, keamanan diartikan sebagai hal yang mengancam kedaulatan negara dan wilayah. Konsep tradisional atau hard security ini disebut sebagai keamanan militer selama perang dingin sedang berlangsung. Kemudian keamanan non-tradisional diartikan sebagai fenomena untuk menghindari perang dan kekerasan militer. Keamanan non-tradisional ini mencakup dimensi sosial dan bahkan indicidu. Contohnya adalah drug smuggling, piracy, poverty merupakan sebuah masalah yang sangat terkait dengan keamanan dan stabilitas regional itu sendiri. selain itu, muncul juga konsep human security. Karena saat ini konsep keamanan lebih memfokuskan pada isu human security karena keamanan selama ini ditafsirkan kepada perlindungan dari kepentingan nasional atau keamanan global dari ancaman bencana nuklir. Seharusnya isu keamanan lebih menekankan kepada isu keamanan manusia di kehidupan sehari-hari.
Adapun faktor penyebab konflik antara lain :
1.      Banyaknya jumlah negara berkembang
2.      Distribusi yang tidak merata akan pembangunan ekonomi dan kemakmuran di berbagai wilayah
3.      Terdapat banyak sengketa wilayah teritorial dan sumber daya
4.      Belum selesainya konflik era perang dingin seperti konflik korea utara dan korea selatan
5.      Banyaknya masalah lingkungan, migrasi dan isu-isu keamanan non-tradisional lainnya
6.      Tidak adanya tatanan keamanan untuk wilayah yang luas.
Dalam artikel ini disebutkan tentang Taiwan dan korea. Taiwan menjadi kawasan yang difokuskan dalam kajian studi karena memiliki kekuatan yang cukup besar di daerah timur laut Asia. Kekuatan tersebut diperoleh dari AS yang didukung Taiwan sebagai rival dari RRC. Setelah tahun 1980-an perekonomian Taiwan pun meningkat secara dramatis, terutama melalui perdagangan dan investasi langsung. Dalam hal ini, yang mendasari Taiwan untuk memerdekakan diri dari cina adalah perbedaan ideologi. Kejadian tersebut membuat perhatian dunia terhadap kondisi keamanan antara Taiwan dan RRC menjadi semakin besar hubungan antara keduanya semakin memanas walaupun Taiwan masih dibawah kedaulatan RRC. Usaha usaha dengan diadakannya beberapa perjanjian juga dilakukan dengan memasukkan konsep Taiwan berdiri mandiri dengan berada dibawah kedaulatan RRC, namun beberapa negara menganggap bahwa Taiwan berhak untuk merdeka dari RRC dan melaksanakan kepentingan negaranya sendiri tanpa campur tangan dari pihak luar, karena bagaimanapun juga kedua negara berdaulat tersebut adalah tonggak utama di dalam pasar Asia Timur dan sekitarnya, sehingga dari pihak Barat sangat mendambakan kondisi yang kondusif antara kedua negara tersebut.
Keadaan tersebut juga terjadi di semenanjung Korea yang melibatkan pengaruh-pengaruh ideologi dalam memisahkan kedua negara, Korea Selatan dan Korea Utara. Hal tersebut diperparah dengan terjadinya perang sipil di tahun 1950-an yang membuat kondisi ekonomi kedua negara menjadi tidak stabil. Namun Korea Selatan bangkit dengan inovasi-inovasi ekonomi yang mereka lakukan dan kedekatan mereka dengan dunia Barat sehingga dalam waktu singkat Korea Selatan jauh meninggalkan saudara lamanya, Korea Utara dalam hal pembangunan dan pembenahan ekonomi. Hubungan keduanya sempat kembali memanas akhir-akhir ini karena masalah perbatasan, Korea Utara mengancam akan melepaskan nuklir kepada Korea Selatan, namun urung dilakukan. Gagasan-gagasan reunifikasi pun sempat muncul terhadap konflik yang melanda kedua negara ini, namun pihak Utara sama sekali tidak melunak dengan alasan klasik yaitu ideologi yang berbeda.   Menindak lanjuti permasalahan tersebut, akhirnya pada tahun 1998 hingga tahun 2000 kedua kepala negara pada saat itu, yaitu Kim Dae-jung dan Kim Jong-il sama-sama menyetujui sebuah strategi yang dinamakan  ‘sunshine policy’ yang intinya adalah membangun kerjasama antara Korea Utara dan Korea Selatan. Kebijakan tersebut mengarah kepada sesuatu yang postif, namun kemudian melambat ketika kedua negara tersebut mengalami krisis nuklir (Jörn Dosch:2005)
Banyak potensi konflik yang berkembang menjadi konflik aktual di Asia Tenggara. Terdapat pertimbangan sebagai berikut :
1.      Kurangnya jaringan kesatuan keamanan regional yang kuat, rendahnya jumlah tingkat institusionalisasi dan perjanjian hukum yang mengikat
2.      Banyaknya negara-negara lemah, dilihat dari ketidakstabilan domestik yang dapat menjadi sumber ketegangan regional
3.      Perkembangan asimetris: masih terdapat kesenjangan antara negara miskin dan maju
4.      Konglik pra perang dingin yang belum terselesaikan yang dapat memicu perseteruan
5.      Serta peningkatan pesat kebutuhan militer yang justru kebalikan dari trend yang terjadi di Barat.










Resume 5 : Southeast Asia and Asia Pacific
Seperti yang kita ketahui, ASEAN merupakan singkatan dari Association of Southeast Asian Nations, yang merupakan salah satu organisasi regional di Asia Tenggara. Salah satu kesuksesan yang pernah dicapai oleh ASEAN adalah kemampuan negara-negara anggotanya untuk mengharmonisasikan kebijakan luar negerinya dan mampu menyuarakan satu suara pada politik internasionalnya. ASEAN lahir dengan alasan keamanan, ketika para pemimpin saat itu percaya bahwa negaranya akan secara nyata ikut dalam konfrontasi Barat-Timur secara umum dan Perang Vietnam secara khusus. Negara di kawasan Asia Tenggara yang baru merdeka dari kolonialisme beberapa waktu, ingin untuk menghindari situasi dari ketergantungan baru bagaimanapun caranya. Mereka tidak menginginkan adanya musuh yang berkekuatan besar berada di pintu masuk negaranya, untuk itulah dibentuk ASEAN.
Dua pandangan yang fokus membahas mengenai ASEAN, yaitu realisme dan liberal institusionalis. Realisme melihat bahwa pembentukan ASEAN ini adalah bentuk dari bandwagoning AS yang menyediakan keamanan dan kesejahteraan di Asia Tenggara sedangkan liberal institusionalis melihat ini sebagai proses pembentukan institusi dimana negara-negara di Asia Tenggara telah menghasilkan serangkaian norma bersama, prinsip dan aturan yang mampu menambah transparansi dan kepercayaan di hubungan internasional dan mengurangi ketidakpastian di hubungan intra-regional itu sendiri. Kemudian, kegiatan tersebut menunjukan keberadaanya itu sendiri telah membuktikan pemikiran neo-realis dalam hubungan internasional. Organisasi yang di bentuk pada 1967 serta perkembangannya semasa era perang dingin dapat dijelaskan sebagai salah satu produk keberadaan balance of power. Prinsip kuat asean yang menentang komunis dan fakta bahwa negara-negara pendirinya memiliki hubungan erat dengan Amerika Serikat dapat diinterpretrasikan sebagai sikap untuk mencari balance of power oleh negara-negara kecil yang “numpang” pada negara super power agar tidak tersedot oleh pengaruh negara super power lainnya. Hal ini membuktikan pemikiran para realis yang menganggap keadaan asia tenggara yang anarki membutuhkan suatu kekuatan untuk dapat bertahan. Maka dari itu Sorpong Peou mengatakan bahwa realisme terus menjadi salah satu konsep penting dalam pendekatan studi kawasan asia tenggara yang pasca runtuhnya uni soviet tetap tidak menghasilkan perdamaian karena tensi bilateral yang tinggi antar negara yang ada di dalammnya.  Memang benar nero-realist berpendapat bahwa ASEAN masih ada sampai sekarang karena negara – negara anggotanya menghadapi ancaman luar yang sama walaupun teradapat perbedaan ideologi antar negara anggota.
Para pemikir liberal institusionalis menghadang pemikiran neo-realis dengan berargumen bahwa kerjasama yang ada antar negara di asia tenggara telah menghasilkan beberapa norma, prinsip, dan aturan atau dengan kata lain adalah rezim internasional yang mendorong transparansi dan rasa percaya serta mengurangi ketidak jelasan permusuhan antar negara dalam regionnya.
Pada tahun 2003, ASEAN sedang menghadapi  kasus pelanggaran HAM di Myanmar dan isu pembebasan Aung San Suu Kyi yang ditanggapi secara vokal oleh Mahathir Mohammad, apabila Myanmar masih melanjutkan detensi untuk Aung San Suu Kyi akan mengakibatkan Myanmar dikeluarkan dari ASEAN. Jadi intinya, prinsip intervensi yang bukan dalam bentuk fisik, terutama dalam hal ini adalah keterbukaan secara verbal, sangat diperlukan sebagai suatu input dari negara anggota ASEAN yang tidak berkonflik bagi negara anggota ASEAN yang sedang berkonflik, tentunya dengan catatan tidak dengan cara yang represif.
Karena prinsip non-intervensinya, ASEAN mendapat kritik dari berbagai pihak. Kemudian ASEAN sebagai salah satu bentuk organisasi regional masih perlu dibenahi agar dapat memberikan keamanan dan kesejahteraan bagi negara anggotanya.




Resume 6 : The United States and the Rise of China : Implications for the Long Haul
Secara historis, kebangkitan dari the great power dengan mengorbankan aktor dominan lainnya hampir selalu menyebabkan munculnya konflik antar keduanya, yang kemudian akan menyeret the great power lainnya. Apakah yang disebut sebagai kebangkitan dari the great power dan aktor dominan great power lainnya merupakan sebuah pandangan mengenai hubungan Amerika Serikat dan Cina di masa depan? Tentu saja akan ada konflik politik dan ekonomi, serta ‘gesekan’ antara Amerika Serikat dan Cina, seperti kekuatan ekonomi dan militer Cina di Asia Timur dan keseluruhan ekonomi dan politiknya yang terus berkembang.
            Untuk mengetahui kemungkinan tersebut, dalam artikel ini penulis memaparkan apa yang ia susun untuk menjadi parameter utama atau titik awal terkait dengan sifat alami dari hubungan Amerika Serikat dengan Cina saat ini dan di masa depan. Setelah itu, penulis memaparkan kepentingan Amerika di Asia Timur dan mengkaji apakah hal tersebut merupakan hal yang bertentangan dengan kepentingan Cina. Pada bagian akhir, penulis menetapkan pedoman kebijakan untuk kebijakan Cina Amerika dalam jangka panjang.
Ada tiga kunci utama analisis fundamental terhadap hubungan Amerika Serikat dan cina. Pertama, kita tidak bisa memprediksi dengan pasti apa niat dan tujuan dari Cina beberapa dekade ini, namun kita bisa berkeyakinan bahwa Cina akan lebih luas daripada Cina yang sekarang. Kedua, Amerika Serikat, pencegahan perang bukan merupakan kebijakan yang layak yang bisa menghentikan kebangkitan Cina, meskipun hal itu mungkin bisa memperlambat kebangkitan Cina sementara waktu. Ketiga, kita tidak boleh berfikir bahwa hubungan Sino-Amerika ditakdirkan untuk mengulang catatan suram dari tiga penguasa kekuatan 100 tahun terakhir.
Disini Cina melakukan berbagai kebijakan yang bisa meningkatkan ekonomi mereka. Salah satu patokan kebijakan Amerika terhadap Cina adalah Amerika tidak bisa menghentikan kebangkitan cina, meskipun Amerika bisa membuat kembangkitan cina lebih sulit dengan bekerja secara aktif untuk mengganggu pertumbuhan ekonomi untuk sementara waktu. Amerika serikat telah menerapkan penyangkalan ekonomi terhadap sembilan negara sejak tahun 1945.
Penulis artikel memfokuskan pada tiga variabel untuk menjelaskan akibat dari tiga kasus tersebut. Pertama, tingkat keamanan yang dinikmati oleh dua power didefinisikan sebagai proteksi bagi tanah air dari serangan fisik dan juga proteksi bagi kedaulatan politiknya dari pelanggaran yang berat. Kedua, tingkat ketergantungan antar keduanya didefinisikan sebagai tingkat interaksi ekonomi, khususnya berdagang antar kedua Negara. Ketiga, kadar dan intensitas dari kompetisi ideologi yang mereka alami. Menurut penulis artikel, tiga faktor di atas, khususnya yang pertama, merupakan hal yang terpenting untuk dipertimbangkan untuk menentukan tingkat dan intensitas dari permusuhan dan juga konflik. Oleh sebab itu, kemungkinan adanya perang antara dua kekuatan besar tersebut merupakan pergeseran kekuatan dasar antara mereka.
AS tidak mendukung kebijakan two-Cina, one-Cina ataupun kebijakan one-Taiwan dan juga tidak mendukung secara sepihak deklarasi kemerdekaan Taiwan. Posisi AS dalam kasus ini menunggu bagaimana status Taiwan terselesaikan. Tidak memungkinkan bagi Cina untuk menggunakan kekuatannya agar dapat merangkul Taiwan. AS menginginkan adanya resolusi damai untuk permasalahan ini, untuk itu AS harus memiliki kekuatan militer yang memadai untuk menaklukan kekuataan Taiwan atau justru menjadi pelindung bagi Taiwan. Rencana AS untuk melindungi Taiwan ini telah memicu terjadinya serangan dari Cina.
Kepentingan lain AS di Asia Timur adalah untuk denuklirisasi Semenanjung Korea. Tentu saja alasan utama dari hal tersebut adalah untuk membendung ancaman dari Korea Utara yang lebih agresif dalam hal penggunaan tenaga nuklir dibandingkan dengan negara tetangganya yaitu Korea Selatan dan Jepang. Ancaman yang lebih serius yaitu penjualan bahan baku nuklir yang dilakukan Korea Utara pada negara-negara lain, contohnya Libya.
Terdapat dua kebijakan yang diterapkan oleh Amerika Serikat untuk menahan munculnya kekuatan besar Cina. Pertama, Amerika Serikat tidak perlu menimbulkan isu politik dengan Cina untuk mengembangkan strategi pertahanan nuklir yang lebih besar. Sehingga kekuatan pertahanan nuklir tetap dipegang oleh Amerika Serikat.
Kedua, Amerika Serikat tidak harus mengambil tindakan keras yang merusak modernisasi Cina dalam hal strategi pertahanan nuklir. Jika Amerika Serikat terus membangun sistem pertahanan rudalnya, maka sistem itu harus cukup terbatas dan berkemungkinan kecil  agar tidak menimbulkan pemogokan kembali Cina. Karena hal ini berpotensi memicu perlombaan senjata dengan Cina, yang kemudian mengancam system pertahanan Amerika Serikat itu sendiri.













Resume 7 : Australia White Paper
Salah satu latar belakang pembuatan Australia Defence White Paper 2013 adalah perlindungan kedaulatan Australia, warga negara serta kepentingan keamanan nasionalnya itu sendiri. Defence white paper melengkapi strategi keamanan nasional yang dirilis pada tanggal 23 Januari 2013 dan juga dalam White paper Asian Century yang dirilis pada 28 Oktober 2012. Ketiga dokumen tersebut merupakan prioritas utama pemerintah dalam keamanan dan kemakmuran Australia serta mempertahankan Australian Defence Force untuk memenuhi tantangan keamanan nasinoal.
Dalam perkembangan Defence White Paper pemerintah Australia tetap berkomitmen untuk proses perencanaan strategis yang digariskan pada Defence White Paper di tahun 2009. Kepentingan strategis yang paling mendasar adalah membela Australia untuk melawan serangan langsung dan keamanan, serta stabilitas dari lingkungan terdekat. Australia juga memiliki kepentingan strategis yang nyata di wilayah yang lebih luas yaitu Indo-Pasifik dan dalam tatanan internasional. Dalam penyusunan White Paper pemerintah Australia mampu menarik beberapa poin penting termasuk:
·       Strategi keamanan nasional
·       Australia dalam White Paper Asian Century
·       Pertahanan perencanaan bimbingan atau dokumen strategi rahasia yang memprioritaskan pertahanan untuk menghasilkan militer yang dituju oleh pemerintah
·       Penilaian intelijen yang dihasilkan oleh organisasi intelijen pertahanan.
·       Struktur review ADF yang dianggap sebagai faktor yang relevan dengan struktur kekuatan, termasuk perubahan keadaan strategis dan pengemangan teknologi
·        Review besar pertama posisi geografis pertahanan Australia lebih dari dua puluh lima tahun
·        Pertahanan Anggaran Review, sebuah stocktake internal yang komprehensif dari sistem penganggaran pertahanan.

Beberapa hal yang menjadi dasar dibentuknya Australia Defence White Paper 2013 ialah:
·       Perkembangan sejak adanya White Paper telah memperkuat pentingnya hubungan AS dengan China dalam membentuk lingkungan yang strategis.
·       Busur strategis Indo – Pasifik baru muncul ketika membangun strategi baru yang dieksplorasi baik di strategi keamanan nasional dan Australia dalam White Paper Asian Century.
·       Pengaruh kekuatan regional lainnya seperti Jepang, Korea dan juga Indonesia menjadi lebih penting. Meskipun lingkungan yang strategis akan dibentuk terutama oleh hubungan Amerika dan China.
Modernisasi militer regional merupakan sebagian besar konsekuensi dari meningkatnya kekayaan nasional yang memungkinkan banyak negara untuk memodernisasikan kekuatan pertahanan mereka dengan kemampuan yang lebih canggih. Hal ini memberikan kesempatan baru untuk bermitra dengan organisasi pertahanan dan militer negara – negara lain. Tetapi juga meningkatkan tingkat kemampuan yang dibutuhkan oleh ADF untuk mempertahankan keunggulan yang secara historis didukung pertahanan dengan populasi yang relative kecil. Dalam bidang maritime beberapa negara Asia Tenggara memperkenalkan kapal selam diesel – listrik mereka yang memiliki sistem yang sangat canggih seperti Malaysia Scorpene Class yang dilengkapi dengan torpedo blackshark, serta angkatan laut Indonesia berusaha memperkenalkan korvet canggih, kapal selam dan anti rudal kapal yang akan dipandu selama dua puluh tahun ke depan. Selama tiga dekade kedepan, Badan Strategis Australia akan ditantang sebagai negara besar di Asia dengan pertumbuhan ekonomi mereka yang terus tumbuh dan kekuatan militer mereka yang terus termodernisasikan.
Kepentingan keamanan nasional Australia didasarkan pada melindungi kedaulatan Australia yang mencakup kebebasan dari paksaan oleh negara – negara lain, membangun keamanan yang berkelanjutan di wilayah Australia, serta membentuk lingkungan internasional yang menguntungkan. Sementara pemerintah menggunakan semua elemen kekuatan nasional untuk mencapai tujuan tersebut. Kemampuan ADF untuk membela Australia dan kepentingan strategis Australia merupakan hal penting bagi keamanan nasional Australia. Aliansi Australia dengan Amerika dan juga kemitraan dengan industry pertahanan Australia semua merupakan hal penting dalam kemampuan pertahanan Australia. Kepentingan Nasional Australia melampaui batas geografis untuk menyertakan kesejahteraan warga negara Australia dan bisnis di luar negeri dan keinginan untuk membentuk keputusan dan tindakan yang diambil diluar negeri.
Terdapat beberapa tugas utama dari ADF, tugas pertama ialah mencegah dan mengalahkan penyerangan terhadap Australia yang mencakup pembentukan Strategi Maritim serta dukungan terhadap keamanan domestik, tugas kedua ialah berkontribusi terhadap stabilitas dan keamanan di Pasifik Selatan dan Timor Leste, tugas ketiga yaitu berkontribusi terhadap kontingen militer di akwasan indo pasifik, dan tugas keempat ialah berkontribusi untuk kontingen militer dalam rangka dukungan terhadap keamanan global.










Resume 8 : Europe-East Asia Relations : Building an Asia Pacific Connection
By: Hanns W Maull

Secara geografis dan politik, Eropa berada dalam posisi yang tidak jelas. Salah satu contohnya adalah geopolitik Eropa. Geopolitik Eropa mengalami perubahan yang besar sejak jatuhnya tembok Berlin yang mengawali reunifikasi Jerman. Terbentuknya Uni Eropa dianggap sebagai perpanjangan tangan dari Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC, Economic European Community) yang merupakan sebuah peran baru negara kecil seperti Polandia, dan adanya desentralisasi kekuatan (power), wilayah tertentu (Eropa Timur) sebagai sentral geopolitik baru, dan peran identitas sebagai agen geopolitik di Eropa. Pandangan geopolitik Eropa selalu ditujukan untuk menghindari adanya satu negara di Eropa yang tumbuh menjadi negara terkuat di antara negara lainya, inilah yang menjadi alasan kenapa pihak pemenang perang mengajak Jerman dalam Uni Eropa.
Eropa telah mencoba berbagai hal untuk menaikkan kembali kekuatan politiknya dengan memperkuat keterlibatan politiknya kepada negara-negara di Asia Pasifik seperti Semenanjung Korea. Salah satunya adalah dengan menunjuk perwakilan tinggi di luar negeri sebagai langkah memperkuat keterlibatan politik antara kedua belah pihak dan tentunya sejalan dengan responsive negara lain terhadap kebijakan keamanan luar negeri milik Eropa yang koheren. Perlahan tapi pasti keterlibatan Eropa telah tumbuh secara konstruktif dan mampu diterima negara lain.
Keterlibatan Eropa dalam proses perdamaian di Semenanjung Korea menerima penyegaran yang kuat dari pertemuan KTT ASEM ketiga di Seoul pada bulan November 2000.  Pertemuan ini didominasi oleh KTT Utara-Selatan dan oleh Hadiah Nobel Perdamaian yang baru saja diterima oleh ROK Presiden Kim Dae-Jung. Di Seoul, Eropa menyajikan yang terbaik dari diri mereka, tetapi juga keburukan mereka: mereka menunjukkan dengan kuat dan menggarisbawahi komitmen mereka untuk hubungan politik yang lebih dekat dengan Asia Timur, tetapi mereka juga jatuh dari langkah satu sama lain melalui pengakuan dari DPRK.
Tanda yang paling dramatis dari keterlibatan aktif Eropa di Semenanjung Korea datang dengan kunjungan torika Uni Eropa pada tanggal 2-3 Mei 2001 ke Pyongyang dan Seoul, pada saat dialog resmi antar Korea telah berhenti dan administrasi baru di Washington masih meninjau kebijakannya terhadap Korea Utara. Dalam situasi ini, kunjungan oleh troika secara luas dilihat sebagai upaya untuk menyuntikkan momentum ke kedua proses détente antar-Korea dan kebijakan Amerika. Upaya tersebut gagal untuk menghasilkan hasil yang langsung, jelas menunjukkan batas-batas pengaruh Eropa di Semenanjung, tapi masih mungkin berguna dalam menyediakan link komunikasi langsung antara kedua Korea pada saat yang kritis. Hal ini juga mungkin telah membantu Washington untuk membuat pikirannya.
Kemudian, hubungan Eropa dengan Timor-Timur. Pada awalnya, Timor Timur merupakan salah satu koloni Portugis, dimana kemudian negara tersebut sempat ditinggalkan oleh Portugis pada tahun 1975 dan jatuh ke dalam kekuasaan Indonesia. Dalam kondisi seperti itu, kemudian Portugal memaksa untuk memunculkan isu mengenai status Timor Timur dengan Indonesia yang kemudian melibatkan PBB dan anggota-anggota EU (European Union) lainnya, yang kemudian menjadikan hubungan antara ASEAN dan EU menjadi lebih luas. Pada tahun 2000 dan 2001, isu ini berkembang dan memunculkan adanya intervensi negara-negara Eropa pada Timor Timur. Bersama dengan beberapa negara Eropa lain, Portugis berkontribusi dengan mengirimkan pasukan dan masyarakat sipil kepada United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET) dan kepada East Timor Transitional Administration (ETTA). Adanya bantuan ekonomi dan kemanusiaan dari gerakan beberapa negara-negara Eropa untuk Timor Timur melalui EU tersebut kemudian mempengaruhi Timor Timur untuk menetapkan Portugis seagai bahasa resmi dan mengurangi adanya pengaruh kekuasaan negara lain seperti usaha intervensi Australia dalam isu ini.
Intervensi UN di Timor Timur dan lepasnya keterikatannya dari wilayah kekuasaan Indonesia, menghilangkan suatu permasalahan mayor antara EU dengan ASEAN. Satu isu politik lain yang juga berhubungan dengan hubungan antara EU dengan ASEAN adalah oposisi demokratis di Myanmar. Hal ini kemudian menyebabkan adanya sarana kerjasama antara EU dengan ASEAN, yaitu Joint Cooperation Committee yang dilakukan setiap 18 bulan, dan pertemuan perwakilan luar negeri antar negara. Pada dasarnya, inti dari hubungan antar EU dengan ASEAN itu adalah dalam faktor ekonomis, dimana kedua belah pihak tertarik untuk melakukan perdagangan komersial, terutama dari pihak ASEAN sendiri yang ingin melihat perkembangan pembangunan dan teknologi yang lebih kuat yang dimiliki oleh Eropa. Dampak dari krisis Asia pada tahun 1998 dan progress dari internal dalam proses pembangunan kembali Asia Tenggara menyebabkan keterikatan yang lebih dalam antara EU dan ASEAN, dimana secara spesifik hal ini lebih disebabkan dengan adanya ASEM framework antara Eropa dan Asia Timur.
Kemudian hubungan antara Uni Eropa dengan Cina. Dalam beberapa bulan terakhir, hubungan Uni Eropa dengan Cina telah didominasi oleh negosiasi tentang akses Cina ke WTO. Pada saat pertemuan KTT Uni Eropa-Cina keempat pada bulan September di Brussel, dimana Zhu Rongji memimpin delegasi besar Cina, negosiasi yang berlangsung telah berhasil menyimpulkan: negosiator Cina dan Komisi Eropa menempatkan sentuhan akhir mereka untuk kesepakatan pada bulan Mei. Dalam Perjanjian, sisi Eropa mengamankan konsensi penting dari Cina, terutama pada bidang telekomunikasi, asuransi, kendaraan bermotor, dan tarif. Zhu menggunakan kesempatan pada KTT ini untuk mengadakan kunjungan bilateral ke dua dari negara kecil anggota Uni Eropa, yaitu Belgia dan Irlandia. Kunjungan negara penting sebelumnya di tahun ini termasuk kunjungan Perdana Menteri Italia, Giuliano Amati, ke Beijing pada bulan Januari, Menteri Pertahanan Jerman, Rudolf Scharping, pada bulan Februari, dan Presiden Austria, Thomas Klestil, pada bulan Mei. Menteri luar negeri Cina, Tang Jiaxuan, dan wakil Perdana Menteri, Qian Qichen, mengunjungi Paris pada bulan April sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan hubungan budaya. Sebuah perjanjian kerjasama ditandatangani pada pembukaan Institut-Institut kebudayaan di kedua negara.


freedom or order?

Perkembangan teknologi membuat negara menjadi lebih maju dan berkembang, hanya saja masyarakat belum mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi tersebut, bahkan tidak merata. Cukup dikhawatirkan negara Indonesia hanya menjadi konsumen bukan produsen. Dengan adanya perdebatan antara freedom dan order, maka secara pribadi saya lebih memilih freedom. Karena biasanya order itu yang melakukannya adalah negara-negara yang maju, tanpa menguntungkan negara-negara berkembang. Atau dibuat seolah menguntungkan negara berkembang padahal sebenarnya merugikan negara berkembang. Karena pembuatan order itu dibuat sedemikian rupa agar tidak terlihat menguntungkan atau merugikannya, namun terkadang ada juga yang membuatnya seolah menguntungkan.
Sebagai bangsa yang berkembang, sudah sewajarnya jika kita lebih waspada terhadap negara-negara maju. Hari ini adalah saatnya kita belajar untuk tidak tergantung dengan negara maju, hari ini kita belajar untuk menjadi negara yang mandiri serta menjadi negara produsen bukan konsumen.
Kebebasan, jika diartikan secara sederhana adalah tidak adanya larangan. Dalam kamus kebebasan diartikan sebagai kemerdekaan, meninggalkan atau bebas meninggalkan. Dalam hal ini berarti bahwa manusia itu berhak melakukan apapun. Namun hal tersebut diartikan dalam arti kebebasan manusia, karena secara etimologi kebebasan itu tidak memiliki arti yang pasti. John S. Mill mengelompokkan kebebasan menjadi tiga (Referensi Makalah, n.d.), pertama kebebasan yang mencakup bidang kekuasaan bathiniah, kesadaran yang menurut kebebasan suara hati dalam arti yang paling luas, yaitu kebebasan dalam berpikir dan merasakan, kebebasan mutlak berpendapat dan sentimen untuk segala hal yang praktis atau spekulatif, yang ilmiah, moral ataupun teologis. Kebebasan untuk mengungkapkan dan mengumumkan pendapatnya. Kedua adalah kebebasan yang terkait dengan kekuasaan individu dan yang ketiga adalah kebebasan yang sifatnya berhubungan dengan orang lain. Dari ketiga kategori kebebasan John s. Mill kebebasan individu yang dialami seseorang mengimplikasikan adanya sebuah pertanggungjawaban, karena pada dasarnya individu tidak terlepas dari hubungan sosial kemasyarakatan.
Jadi jelas, jika kita melihat pengelompokkan kebebasan menurut John S. Mill, maka kita harus memiliki kebebasan secara utuh. Namun bukan berarti kebebasan itu bebas untuk semuanya tanpa adanya pertanggung jawaban, karena dengan demikian maka kita tidak akan mendapatkan negara yang memang benar-benar menjadi negara yang aman. Tapi justru kita akan menjadi sebuah negara yang chaos, pasalnya masing-masing orang tidak melakukan suatu hal dengan bebas tersebut tanpa adanya pertanggungjawaban yang nyata.
Namun untuk mencegah terjadinya kehancuran, maka dibutuhkan suatu kesadaran dari masyarakat serta peran penting pemerintah untuk terus mengontrol setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Pemerintah hanya berfungsi untuk mengontrol tidak melakukan intervensi kedalam kegiatan masyarakat tersebut.
Mengapa tidak condong ke order? Dalam hal ini, order menurut saya memang cukuplah bagus. Pasalnya dengan diadakannya order, maka semua akan tertata rapi sesuai dengan yang diinginkan. Namun tidak menutup kemungkinan, order ini hanya dilakukan oleh negara-negara hegemoni terhadap negara-negara dibawahnya. Jika melihat ke dalam tatanan global ataupun sistem internasional, maka yang mengatur itu adalah hegemon meskipun pada dasarnya sistem internasional itu dikatakan sebagai sebuah sistem yang anarki, karena tidak ada bentuk pemerintahan global didalamnya. Namun negara-negara hegemon, seolah menjadikan sistem internasional sebagai persaingan yang harus tetap dikuasai oleh negaranya bukan pada orang lain lagi. Hingga ketika ada satu negara atau entitas yang dianggap bisa menjadi hegemon ia akan berusaha mencegah negara tersebut dengan berbagai cara. Karena kalau posisi hegemon itu diambil oleh negara lain, maka ia akan kehilangan kekuasaan didalamnya. Serta perekonomian yang ia miliki tidak akan berjalan seperti biasanya.

Maka dari itu saya lebi memilih freedom dengan adanya tanggung jawab dari individu guna untuk mencegah kehancuran negara tersebut. Dengan freedom kita bisa melakukan hal apapun. Kreativitas kita seolah bertambah karena dilatih setiap hari. Maka inovasi pun akan tercipta, baik disadari ataupun tidak disadari. Kebebasan merupakan satu-satunya langkah menjadi negara yang lebih baik serta lebih maju dalam berhubungan di sistem internasional tersebut.