Kerjasama dan kekurangannya
merupakan sebuah topik hangat dalam hubungan internasional. Bentuk kerjasama
sudah dikenal sejak jaman lahir. Termasuk salah satunya adalah pada saat perang
dunia. Beberapa negara beraliansi untuk memperkuat powernya. Dan hasil dari
kerjasama ini dilihat dari tingkat keberhasilan dalam perang tersebut. Dalam
artikel ini disebutkan ada 4 akun kerjasama yaitu institusi, social capital, constructivism dan tit-for-tat.
Dalam pandangan neoliberalis,
institusi dibuat sekuat mungkin untuk bekerja sama dengan mengurangi kontrak
secara tidak pasti. Mereka memberikan informasi dan mekanisme yang memungkinkan
dan terkadang memaksa aktor untuk membuat komitmen yang mengikat. Guna untuk
membuat sebuah kerjasama yang kuat. Kemudian social capital merupakan salah satu subjek dalam criticism yang sama
sebagai liberal institusion yaitu menjelaskan bahwa proses kedua adalah sebuah
manifestasi dasar dan kecenderungan yang tidak bisa dijelaskan pada kerjasama. Lalu
akun konstruktivis memasukkan ontologi
individu dan mekanisme konsekuensi sebuah mekanisme. Sedangkan tit-for-tat
merupakan agen yang paling mencolok. Tit-for-tat dianggap sebagai salah satu teori kerjasama yang paling
kuat dan berasumsi bahwa cacat atau tidaknya sebuah kerjasama dalam menanggapi
pilihan tertentu ditentukan oleh dengan siapa mereka bekerjasama.
Pendekatan realis, liberalis dan social capital merupakan suatu
pertimbangan umum yang nyata dan kompetitif, ketika pendekatan ini membagikan
ontologi bersama dan logika. Poin utamanya adalah asumsi liberal dari sebuah
otonomi. Aktor egoistisnya merupakan
aktor yang hanya mementingkan dirinya sendiri sebagai pemilik pribadi dan
kapasitasnya. Setiap individu bebas untuk berhubungan satu sama lain. Sesuai
dengan kapasitas mereka sendiri. Dan acuan dari kerjasama itu adalah insentif
yang ditawarkan oleh lingkungan. Ontologi ini, diimpor kedalam satu disiplin
ilmu ekonomi dan kini telah menyebar melalui ilmu-ilmu sosial. Dalam hal ini,
tidak ada manusia yang bekerja secara alami apalagi berkenaan dengan
kepentingan pribadi mereka. Kepentingan itu secara historis dikondisikan dalam
satu kondisi, kemudian dijadikan sebagai salah satu sebab dari kerjasama
tersebut.
Selain itu, ontologi juga mempunyai
asumsi pokok lain. Khususnya respon para aktor pada stimuli eksternal. Realis,
liberalis, dan institusionalis semuanya berfokus pada paksaan dan peluang
lingkungan. Sebagaimana Plato dan Aristoteles menganggap bahwa filsafat
mendorong jenis introspeksi yang memiliki potensi untuk mengubah jiwa menuju
keadilan. Begitupun dengan kerjasama yang didukung oleh emosi manusia untuk
mencapai apa yang diinginkannya.
Bagi orang Yunani serta
filsuf-filsuf modern, kerjasama dan proyek sipil pada akhirnya merupakan
ekspresi kemarahan bawaan kita. Manusia adalah binatang politik, seperti kata
Aristoteles bahwa kita didorong oleh naluri untuk bergaul dengan orang lain
guna mewujudkan kebutuhan dan potensi diri kita sendiri. Hubungan dan komitmen
mereka bukan berarti berakhis egois, tapi ujung dari kepentingan mereka
sendiri. Kita akan mengetahui siapa kita sebenarnya melalui hubungan dekat
dengan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Charles Taylor bahwa dialog
memungkinkan kita untuk menjadi agen manusia yang utuh, mampu memahami diri
sendiri. Hingga akhirnya dapat mendefinisikan identitas diri kita sendiri. Jika
identitas tergantung pada masyarakat, maka kepentingan tergantung pada
identitas.
Salah satu alasan Hobbes tentang
panggilan alam adalah untuk menunjukkan bahwa ketika identitas itu hilang, maka
kita semua menjadi sama. kepentingan utama kita hanyalah kelangsungan hidup
makanan, pakaian, tempat tinggal dan jenis kelamin. Identitas menganugerahkan
kepentingan karena memberi kita tujuan sosial dan kemungkinan untuk
diferensiasi.
Sebenarnya, kerjasama itu tidak
lebih dari anomali konflik. Kedua jenis perilaku itu mengekspresikan sifat dan
kebutuhan dasar. Kerjasama memungkinkan dan menopang hubungan masyarakat yang
memberi kita identitas dan kepentingan. Sedangkan konflik akan muncul ketika
identitas dan kepentingan individu atau kelompok itu berada dalam bentrokan
dengan kepentingan orang atau kelompok lain.
Dalam dunia liberal dan
konstruktivis, ada dua tingkat kerjasama. Yaitu kerjasama yang didasari harapan
yang sama serta kerjasama kasus perkasus. Di dunia realita, kerjasama merupakan
ukuran penuh terhadap hasil penilaian kasus per kasus kepentingan pribadi.
Sebagaimana telah kita lihat, tradisi besar dunia filosofis
dan religius menekankan peran emosi, bukan hanya alasan dalam mewujudkan
disposisi fundamental untuk bekerjasama. Kasih saya membangun empati, yang
memungkinkan kita untuk memandang diri kita melalui mata orang lain. Hingga akhirnya empati mendorong kita untuk
melihat orang lain sebagai ontologis sama dengan kami dan mengakui keunggulan
aktualisasi diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar