Rabu, 10 Juli 2013

Reason, Emotion and Cooperation


Kerjasama dan kekurangannya merupakan sebuah topik hangat dalam hubungan internasional. Bentuk kerjasama sudah dikenal sejak jaman lahir. Termasuk salah satunya adalah pada saat perang dunia. Beberapa negara beraliansi untuk memperkuat powernya. Dan hasil dari kerjasama ini dilihat dari tingkat keberhasilan dalam perang tersebut. Dalam artikel ini disebutkan ada 4 akun kerjasama yaitu institusi, social capital, constructivism dan tit-for-tat.
Dalam pandangan neoliberalis, institusi dibuat sekuat mungkin untuk bekerja sama dengan mengurangi kontrak secara tidak pasti. Mereka memberikan informasi dan mekanisme yang memungkinkan dan terkadang memaksa aktor untuk membuat komitmen yang mengikat. Guna untuk membuat sebuah kerjasama yang kuat. Kemudian social capital merupakan salah satu subjek dalam criticism yang sama sebagai liberal institusion yaitu menjelaskan bahwa proses kedua adalah sebuah manifestasi dasar dan kecenderungan yang tidak bisa dijelaskan pada kerjasama. Lalu akun konstruktivis  memasukkan ontologi individu dan mekanisme konsekuensi sebuah mekanisme. Sedangkan tit-for-tat merupakan agen yang paling mencolok. Tit-for-tat dianggap sebagai salah satu teori kerjasama yang paling kuat dan berasumsi bahwa cacat atau tidaknya sebuah kerjasama dalam menanggapi pilihan tertentu ditentukan oleh dengan siapa mereka bekerjasama.
Pendekatan realis, liberalis dan social capital merupakan suatu pertimbangan umum yang nyata dan kompetitif, ketika pendekatan ini membagikan ontologi bersama dan logika. Poin utamanya adalah asumsi liberal dari sebuah otonomi.  Aktor egoistisnya merupakan aktor yang hanya mementingkan dirinya sendiri sebagai pemilik pribadi dan kapasitasnya. Setiap individu bebas untuk berhubungan satu sama lain. Sesuai dengan kapasitas mereka sendiri. Dan acuan dari kerjasama itu adalah insentif yang ditawarkan oleh lingkungan. Ontologi ini, diimpor kedalam satu disiplin ilmu ekonomi dan kini telah menyebar melalui ilmu-ilmu sosial. Dalam hal ini, tidak ada manusia yang bekerja secara alami apalagi berkenaan dengan kepentingan pribadi mereka. Kepentingan itu secara historis dikondisikan dalam satu kondisi, kemudian dijadikan sebagai salah satu sebab dari kerjasama tersebut.
Selain itu, ontologi juga mempunyai asumsi pokok lain. Khususnya respon para aktor pada stimuli eksternal. Realis, liberalis, dan institusionalis semuanya berfokus pada paksaan dan peluang lingkungan. Sebagaimana Plato dan Aristoteles menganggap bahwa filsafat mendorong jenis introspeksi yang memiliki potensi untuk mengubah jiwa menuju keadilan. Begitupun dengan kerjasama yang didukung oleh emosi manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya.
Bagi orang Yunani serta filsuf-filsuf modern, kerjasama dan proyek sipil pada akhirnya merupakan ekspresi kemarahan bawaan kita. Manusia adalah binatang politik, seperti kata Aristoteles bahwa kita didorong oleh naluri untuk bergaul dengan orang lain guna mewujudkan kebutuhan dan potensi diri kita sendiri. Hubungan dan komitmen mereka bukan berarti berakhis egois, tapi ujung dari kepentingan mereka sendiri. Kita akan mengetahui siapa kita sebenarnya melalui hubungan dekat dengan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Charles Taylor bahwa dialog memungkinkan kita untuk menjadi agen manusia yang utuh, mampu memahami diri sendiri. Hingga akhirnya dapat mendefinisikan identitas diri kita sendiri. Jika identitas tergantung pada masyarakat, maka kepentingan tergantung pada identitas.
Salah satu alasan Hobbes tentang panggilan alam adalah untuk menunjukkan bahwa ketika identitas itu hilang, maka kita semua menjadi sama. kepentingan utama kita hanyalah kelangsungan hidup makanan, pakaian, tempat tinggal dan jenis kelamin. Identitas menganugerahkan kepentingan karena memberi kita tujuan sosial dan kemungkinan untuk diferensiasi.
Sebenarnya, kerjasama itu tidak lebih dari anomali konflik. Kedua jenis perilaku itu mengekspresikan sifat dan kebutuhan dasar. Kerjasama memungkinkan dan menopang hubungan masyarakat yang memberi kita identitas dan kepentingan. Sedangkan konflik akan muncul ketika identitas dan kepentingan individu atau kelompok itu berada dalam bentrokan dengan kepentingan orang atau kelompok lain.
Dalam dunia liberal dan konstruktivis, ada dua tingkat kerjasama. Yaitu kerjasama yang didasari harapan yang sama serta kerjasama kasus perkasus. Di dunia realita, kerjasama merupakan ukuran penuh terhadap hasil penilaian kasus per kasus kepentingan pribadi.
Sebagaimana telah kita lihat, tradisi besar dunia filosofis dan religius menekankan peran emosi, bukan hanya alasan dalam mewujudkan disposisi fundamental untuk bekerjasama. Kasih saya membangun empati, yang memungkinkan kita untuk memandang diri kita melalui mata orang lain.  Hingga akhirnya empati mendorong kita untuk melihat orang lain sebagai ontologis sama dengan kami dan mengakui keunggulan aktualisasi diri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar