A.
Kronologis
kejadian kasus Perubian-Columbian
Dulu, sekitar
tanggal 3 Oktober 1948 sempat terjadi pemberontakan militer di Peru. Namun,
kejadian ini dapat langsung diatasi. Pada tanggal 04 Oktober 1948, Presiden
Republik Peru mengeluarkan keputusan tentang siapa yang berada dibelakan
kejadian ini. Ternyata presiden menuduh bahwa yang menyebabkan peristiwa ini
adalah APRA (American People’s Revolutionary Alliance) yang dipimpin oleh
Victor Raul Haya de la Torre.
Kemudian Victor
melarikan diri ke negara tetangga, Columbia. Dan meminta perlindungan suaka
dari pemerintahan columbia. Alhasil, pemerintahan Columbia memberikan
perlindungan suaka tersebut kepada Victor.
Namun setelah
diumumkan di Kementrian Luar Negeri Peru, pemerintahan Peru merasa tidak enak
dengan apa yang diberikan oleh pemerintahan Colombia. Karena menurut
pemerintahan Peru, Victor bukanlah seseorang yang layak untuk dilindungi. Dia
hanya sekedar buangan politik. Karena dia telah melakukan aksi kejahatan.
Setelah itu,
pemerintahan Colombia tetap memberikan perlindungan pada victor dengan alasan,
dia memang patut untuk dilindungi. Untuk memutuskan diberi perlindungan atau
tidak, itu terserah pada si negara tujuan tanpa persetujuan negara asalnya.
Karena secara kalau kita pikir secara logika, mana ada sebuah negara yang mau
memberikan izin pada negara tujuan untuk melindungi si para pencari
perlindungan jika memang sebenarnya negara itu bersalah.
Setelah itu,
pemerintahan Peru bersikeras dengan apa yang ia ucapkan tersebut. Akhirnya
mereka membawa kasus ini ke ICJ (International Court of Justice).
Dari keputusan
ICJ dikatakan bahwa “bahwa klaim
Kolombia berdasarkan kebiasaan internasional tidak terbukti”[1].
Dalam analisisnya, mahkamah internasional
mensyaratkan bahwa negara yang mendasarkan argumentasinya pada kebiasaan
internasional harus membuktikan bahwa tindakanya telah mengikat pihak lain dan
dilakukan secara konstan serta seragam. Faktanya, Peru melakukan protes atas
tindakan Kolombia tersebut, selain itu praktik pemberian suaka juga tidak
seragam di wilayah Amerika Latin.
B.
Analisis
Dalam hukum
internasional, suka adalah dimana seorang pengungsi/pelarian politik mencari
perlindungan baik di wilayah suatu negara maupun didalam lingkungan gedung
perwakilan diplomatik dari suatu negara. jika pwelindungan diberikan, pencari
suaka ini dapat kebal dari proses hukum dari negara dimana dia berasal
(Suryokusumo, Sumaryo. 1995:163).
Sedangkan
penerima suaka menurut UNHCR (United Nations High Commissioner Refugee)[2]
adalah “The
term asylum seeker refers to a person who request refugee status in another
state,normaly on the grounds that they have a well-founded fear of persecution
in their countryof origin, or because their life and liberty is threatened by
wars conflict and violence”. Namun, pencari suaka juga bisa disebut sebagai
pengungsi, hanya saja ia terikat dengan prinsip-prinsip suaka.
Kemudian negara pemberi suaka juga
diatur dalam Universal Declaration of Human Rights 1948 dan declaration of
territorial Asylum Adopted by United Nations Assembly on 14 December 1967
sebagai berikut :
Article 14 paragraph (1) of the
Universal Declaration of Human Rights, 1948 :
”Everyone has the right to seek and
enjoy in other countries asylum from persecution”.
Declaration on Territorial Asylum 1967:
Recognizing that the grant of asylum by a State to persons entitled to invoke
article 14 of the Universal Declaration of Human Rights is a peaceful and
humanitarian act and that, as such, it cannot be regarded as unfriendly by any
other State.
Article 1 of Declaration on
Territorial Asylum 1967:
1.
Asylum granted by a State, in the exercise of
its sovereignty, to persons entitled to invoke article 14 of the Declaration of
Human Rights, including persons struggling against colonialism, shall be
respected by any other States.
2.
The right to
seek and to enjoy asylum may not be invoked by any person with respect to whom
there are serious reasons for considering that he has committed a crime against
humanity, as defined in the international instruments drawn up to make
provision in respect of such crimes.
3.
It shall rest with
the State granting asylum to evaluate the grounds for the grant of asylum.
Dalam
kasus peruvian-Columbian ini, memang pantas jika Peru melakukan protes kepada
si pemberi suaka (Columbia). Karena dalam hukum internasional/hukum kebiasaan
Amerika Latin, pemberian suaka kepada seseorang yang telah melakukan kejahatan
itu memang tidak berlaku.
Kemudian,
seorang pemberi suaka seharusnya meninjau kembali sebelum meutuskan bahwa boleh
tidaknya ia memberikan suaka pada orang tersebut. mereka harus mencari alasan
dari sipencari suaka kemudian menelitinya. Jangan langsung memberikan sebuah
suaka tanpa peninjauan terlebih dahulu, karena bisa saja hal ini seperti dalam
kejadian Peruvian-Columbian. Columbia disini hanya memutuskan dengan berpegang
pada prinsip bahwa sudah seharusnya mereka memberikan perlindungan pada si
pencari suaka tanpa mencari pembenaran tentang alasannya terlebih dahulu.
[2]
UNHCR, “The
State of the World’s Refugees 1997-1998, A Humanitarian Agenda”, Oxford
University
Press,
New York, p. 183, sebagaimana dikutip oleh Sri Setianingsih Suwardi, “Aspek
Hukum Masalah
Pengungsi
Internasional”, Jurnal Hukum Internasional, Lembaga Pengkajian Hukum
Internasional Fakultas
Hukum
Universitas Indonesia, Volume 2, Nomor 1, Oktober 2004, hal. 42.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar