Kamis, 11 Oktober 2012

Analisis Kasus Suaka Diplomatik : Peruvian-Columbian Case



A.    Kronologis kejadian kasus Perubian-Columbian
Dulu, sekitar tanggal 3 Oktober 1948 sempat terjadi pemberontakan militer di Peru. Namun, kejadian ini dapat langsung diatasi. Pada tanggal 04 Oktober 1948, Presiden Republik Peru mengeluarkan keputusan tentang siapa yang berada dibelakan kejadian ini. Ternyata presiden menuduh bahwa yang menyebabkan peristiwa ini adalah APRA (American People’s Revolutionary Alliance) yang dipimpin oleh Victor Raul Haya de la Torre.
Kemudian Victor melarikan diri ke negara tetangga, Columbia. Dan meminta perlindungan suaka dari pemerintahan columbia. Alhasil, pemerintahan Columbia memberikan perlindungan suaka tersebut kepada Victor.
Namun setelah diumumkan di Kementrian Luar Negeri Peru, pemerintahan Peru merasa tidak enak dengan apa yang diberikan oleh pemerintahan Colombia. Karena menurut pemerintahan Peru, Victor bukanlah seseorang yang layak untuk dilindungi. Dia hanya sekedar buangan politik. Karena dia telah melakukan aksi kejahatan.
Setelah itu, pemerintahan Colombia tetap memberikan perlindungan pada victor dengan alasan, dia memang patut untuk dilindungi. Untuk memutuskan diberi perlindungan atau tidak, itu terserah pada si negara tujuan tanpa persetujuan negara asalnya. Karena secara kalau kita pikir secara logika, mana ada sebuah negara yang mau memberikan izin pada negara tujuan untuk melindungi si para pencari perlindungan jika memang sebenarnya negara itu bersalah.
Setelah itu, pemerintahan Peru bersikeras dengan apa yang ia ucapkan tersebut. Akhirnya mereka membawa kasus ini ke ICJ (International Court of Justice).
Dari keputusan ICJ dikatakan bahwa “bahwa klaim Kolombia berdasarkan kebiasaan internasional tidak terbukti”[1].
Dalam analisisnya, mahkamah internasional mensyaratkan bahwa negara yang mendasarkan argumentasinya pada kebiasaan internasional harus membuktikan bahwa tindakanya telah mengikat pihak lain dan dilakukan secara konstan serta seragam. Faktanya, Peru melakukan protes atas tindakan Kolombia tersebut, selain itu praktik pemberian suaka juga tidak seragam di wilayah Amerika Latin.

B.     Analisis
Dalam hukum internasional, suka adalah dimana seorang pengungsi/pelarian politik mencari perlindungan baik di wilayah suatu negara maupun didalam lingkungan gedung perwakilan diplomatik dari suatu negara. jika pwelindungan diberikan, pencari suaka ini dapat kebal dari proses hukum dari negara dimana dia berasal (Suryokusumo, Sumaryo. 1995:163).

Sedangkan penerima suaka menurut UNHCR (United Nations High Commissioner Refugee)[2] adalah “The term asylum seeker refers to a person who request refugee status in another state,normaly on the grounds that they have a well-founded fear of persecution in their countryof origin, or because their life and liberty is threatened by wars conflict and violence”. Namun, pencari suaka juga bisa disebut sebagai pengungsi, hanya saja ia terikat dengan prinsip-prinsip suaka.

Kemudian negara pemberi suaka juga diatur dalam Universal Declaration of Human Rights 1948 dan declaration of territorial Asylum Adopted by United Nations Assembly on 14 December 1967 sebagai berikut :
Article 14 paragraph (1) of the Universal Declaration of Human Rights, 1948 :
”Everyone has the right to seek and enjoy in other countries asylum from persecution”.
Declaration on Territorial Asylum 1967: Recognizing that the grant of asylum by a State to persons entitled to invoke article 14 of the Universal Declaration of Human Rights is a peaceful and humanitarian act and that, as such, it cannot be regarded as unfriendly by any other State.

Article 1 of Declaration on Territorial Asylum 1967:

1.       Asylum granted by a State, in the exercise of its sovereignty, to persons entitled to invoke article 14 of the Declaration of Human Rights, including persons struggling against colonialism, shall be respected by any other States.
2.      The right to seek and to enjoy asylum may not be invoked by any person with respect to whom there are serious reasons for considering that he has committed a crime against humanity, as defined in the international instruments drawn up to make provision in respect of such crimes.
3.      It shall rest with the State granting asylum to evaluate the grounds for the grant of asylum.

Dalam kasus peruvian-Columbian ini, memang pantas jika Peru melakukan protes kepada si pemberi suaka (Columbia). Karena dalam hukum internasional/hukum kebiasaan Amerika Latin, pemberian suaka kepada seseorang yang telah melakukan kejahatan itu memang tidak berlaku.  
Kemudian, seorang pemberi suaka seharusnya meninjau kembali sebelum meutuskan bahwa boleh tidaknya ia memberikan suaka pada orang tersebut. mereka harus mencari alasan dari sipencari suaka kemudian menelitinya. Jangan langsung memberikan sebuah suaka tanpa peninjauan terlebih dahulu, karena bisa saja hal ini seperti dalam kejadian Peruvian-Columbian. Columbia disini hanya memutuskan dengan berpegang pada prinsip bahwa sudah seharusnya mereka memberikan perlindungan pada si pencari suaka tanpa mencari pembenaran tentang alasannya terlebih dahulu.


[2] UNHCR, “The State of the World’s Refugees 1997-1998, A Humanitarian Agenda”, Oxford University
Press, New York, p. 183, sebagaimana dikutip oleh Sri Setianingsih Suwardi, “Aspek Hukum Masalah
Pengungsi Internasional”, Jurnal Hukum Internasional, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Volume 2, Nomor 1, Oktober 2004, hal. 42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar