BAB I. PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Semakin bertambanya hari semakin
bertambah pula ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi yang ada di dunia ini.
Ditambah, dengan adanya globalisasi yang mempercepat proses penyebaran dari
pengetahuan serta perkembangan teknologi tersebut, membuat masyarakat dunia
semakin berpikir modern.
Akan tetapi, disadari atau tidak,
globalisasi tersebut mempermudah kembalinya identitas yang lama ataupun
mengembangkan identitas yang sudah ada dengan mudah, tanpa harus mendatangi
daerah atau negaranya langsung. Terkadang, identitas yang kembali dimunculkan
tersebut membawa suasana yang kurang menyenangkan atau bahkan menuai konflik
(kalau kita tidak mampu mengendalikan identitas tersebut).
Maka dari itu, dalam penyusunan
makalah ini saya lebih tertarik untuk membahas tentang globalisasi dan
identitas. Karena meski bagaimanapun hal tersebut terjadi disekitar kita.
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini, saya membatasi
pembahasan dengan merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu:
a.
Apakah identitas dapat menyebarluas secara cepat dengan
adanya globalisasi?
b.
Apakah identitas yang dimunculkan kembali membawa dampak
yang baik atau malah menuai perselisihan?
c.
Apakah globalisasi dapat meredakan kembali perselisihan
atas munculnya identitas baru tersebut?
I.3. TUJUAN
Selain untuk memenuhi salah satu tugas pengganti Ujian Tengah Semester mata
kuliah globalisasi, makalah ini juga bertujuan untuk :
a)
Untuk memahami lebih lanjut kaitan globalisasi dengan identitas
b)
Untuk memahami lebih lanjut pengertian dari globalisasi
dan identitas
c)
Untuk mengetahui hubungan globalisasi dengan identitas,
serta dampak yang akan muncul jika identitas yang dimunculkan itu menuai
perselisihan
I.4. MANFAAT
Manfaat dari penulisan
makalah ini adalah dapat mengetahui lebih lanjut hubungan atau kaitan antara
globalisasi dengan identitas.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
II.1. Globalisasi
Globalisasi merupakan satu kata yang tidak asing lagi di dengan oleh semua
orang pada hari ini. Menurut Emanuel Ritcher, globalisasi merupakan jaringan
kerja global secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya
terpencar-pencar dan terisolasi kedalam saling ketergantungan dan persatuan
dunia (Kata Ilmu, n.d.). kebanyakan, kata globalisasi disangkut pautkan dengan
berbagai kemajuan teknologi. Karena mau bagaimanapun, media informasi yang ada
di internet sangatlah berpengaruh terhadap penyatuan masyarakat global
tersebut. Hanya, bukan berarti media informasi saja yang berpengaruh terhadap
kerjasama tersebut. Akan tetapi, kerja sama dalam bidang apapun juga turut
serta mempengaruhi kecepatan penyatuan masyarakat yang sebelumnya
terpecah-pecah, seperti yang dikatakan oleh Emanuel Ritcher tersebut.
Kemudian, John Huckle mengartikan globalisasi sebagai proses dengan mana
kejadian, keputusan, atau kegiatan di salah satu bagian dunia menjadi suatu
konsekuensi yang signifikan bagi individu dan masyarakat di daerah yang jauh[1]. Dalam hal ini berarti
bahwa, segala hal yang terjadi yang mempunyai efek terhadap masyarakat yang
berada di daerah lain yang jauh, disebut sebagai globalisasi. Misalnya, kebakaran
di kalimantan dampak asapnya dapat dirasakan oleh masyarakat di Australia.
Selain Emanuel dan John Huckle yang mengartikan globalisasi. Banyak para
ahli lain juga yang menjelaskan tentang globalisasi. Salah satunya yaitu,
Kenneth Waltz. Kenneth Waltz memandang bahwa globalisasi biasanya dipahami
sebagai ketergantungan yang terkait dengan perdamaian dan perdamaian semakin
terbangun dengan adanya demokrasi. Hanya saja, pengertian globalisasi yang
dikemukakan oleh Kenneth Waltz ini lebih ke globalisasi ekonomi. Pasalnya,
globalisasi ekonomi yang mendorong negara untuk membuat keputusan. Ketika
negara menjadi lebih ketergantungan, keputusan dibuat secara kolektif dibidang
ekonomi, bukan secara independen dari pihak politik negara[2].
Dari dua pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa globalisasi merupakan
suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala macam aspek-aspeknya ke
dalam satu kesatuan masyarakat yang utuh dan yang lebih besar.
Dalam hal ini, globalisasi memiliki dua dimensi. Yaitu dimensi ideologi dan
dimensi teknologi. Dimensi ideologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas,
sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan
dunia (Kata Ilmu, n.d.).
Namun jika kita lihat dari sejarah
globalisasi itu sendiri, pengertian globalisasi tersebut dapat disandingkan
dengan kepentingan Amerika Serikat. Globalisasi adalah upaya kaum neo-liberalis
untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat untuk melakukan hegemoninya
terhadap dunia melalui institusi nasionalnya[3].
Sekarang, penyebaran globalisasi
sangatlah mudah. Karena ada fasilitas yang lebih menunjang dibandingkan
sebelumnya. Kalau sebelumnya, kita perlu pergi ke negara yang bersangkutan
untuk menyebarkan globalisasi, kini cukup dengan menggunakan media yang ada di
internet. Media-media tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung
sungguhlah memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarluaskan sebuah
fenomena hingga kemudian, dampak dari fenomena tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat internasional lainnya. Misalnya, pasca terjadinya 9/11, pada tahun
2000 lalu. Setahun kemudian (tepatnya tahun 2001), Amerika telah
mendeklarasikan “War on Terror”. Sebelumnya, tidak ada definisi terorisme sama
sekali. Akan tetapi, setelah Amerika Serikat berhasil menyebarluaskan kejadian
tersebut, maka seluruh dunia langsung menanggapinya. Tak hanya itu, kejadian
tersebut menyebabkan masyarakat internasional yang menganut agama Islam selalu
di curigai. Pasalnya, Amerika selalu menyandingkan kata terorisme tersebut dengan
Islam.
Dengan demikian, maka media sangatlah membantu dalam pengglobalisasian
suatu fenomena. Hingga akhirnya memberikan dampak kepada mereka yang merasa
terusik dengan fenomena tersebut.
Adapun beberapa aspek globalisasi
diantaranya:
1.
Globalisasi informasi dan komunikasi, sebagai akibat dari
kemajuan teknologi dan sarana informasi.
2.
Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas
3.
Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya dan
kesadaran
4.
Globalisasi media massa cetak, elektronik,
5.
Serta globalisasi politik dan wawasan.
Kemudian,
globalisasi ini tentu saja memberikan dampak atau pengaruh kepada kita. Mulai
dari dampak negatif. Dampak negatifnya antara lain adalah informasi yang tidak
tersaring, membuat tidak kreatif (karena perilaku konsumtif), membuat sikap
menutup diri, berpikir sempit, banyak meniru perilaku yang buruk, mudah
terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu
negara. Sedangkan dampak positif dari globalisasi adalah mudah memperoleh
informasi dan ilmu pengetahuan, mudah melakukan komunikasi, memacu untuk
meningkatkan kualitas diri, mudah memenuhi tujuan.
II.2. Identitas
Pada dasarnya identitas merupakan sesuatu yang sudah ada sejak dulu.
Identitas biasanya disandingkan dengan primordialisme, atau sebuah rasa yang
sudah diterapkan sejak lahir, sulit untuk diubah, dan terkadang memandang
rendah golongan yang bukan termasuk golongannya.
Menurut Jeffrey week, identitas itu berkaitan dengan belonging tentang persamaan dengan sejumlah orang dan apa yang
membedakan seseorang dengan yang lain (Widayanti, 2003;72). Dalam hal ini, identitas
sekarang bukan lagi disandingkan dengan negara, akan tetapi identitas sudah
lebih menekankan pada individu. Kemudian, pengertian identitas menurut Struat
Hall adalah sebagai proses yang terbentuk melalui sistem bawah sadar. Namun, ia
lebih menilai identitas sebagai proses menjadi (becoming) daripada nilai baku
atau taken for granted[4].
Dalam artikel Identity and Global Politics,
Empirical and Theoretical Elaborations chapter 1, Patricia M. Goff dan
Kevin C. Dunn memaparkan tentang beberapa ahli yang memberikan definisi
identitas. Akan tetapi, di akhir mereka menyebutkan bahwa identitas sebenarnya
tidak bisa di definisikan dan tidak usah di definisikan. Terlalu sulit untuk
mendefinisikan identitas tersebut.
Ada 3 pendekatan pembentukan
identitas (iespedia, 2013) :
a.
Primordialisme
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa identitas itu terkait dengan
primordialisme atau identitas itu lahir secara alamiah atau turun temurun.
b.
Konstruktivisme
Identitas sebagai sesuatu yang dibentuk dan hasil dari proses yang
kompleks. Identitas dapat terbentuk melalui ikatan-ikatan kultural dalam
masyarakat.
c.
Instrumentalisme
Identitas
merupakan sesuatu yang dikonstruksikan untuk kepentingan elit dan lebih menekan
pada aspek kekuasaan.
Berbicara tentang identitas, maka
kita juga akan berbicara tentang multikulturalisme. Multikulturalisme pada
dasarnya merupakan sebuah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan
kedalam berbagai kebijkan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap
realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat pada kehidupan
masyarakat[5].
Kemudian, pengertian dari multikultur itu sendiri berarti banyak budaya atau
lebih halusnya adalah keberagaman budaya. Jumlah budaya yang ada di dunia
sangatlah banyak. Dengan adanya perbedaan tersebut, tak jarang terjadi konflik
disana.
Penyebab dari konflik tersebut adalah
primordialisme. Menurut etimologi, primordialisme berasal dari bahasa latin,
yaitu primus yang berarti utama, dan ordiri yang berarti tenunan atau ikatan.
Sedangkan menurut KBBI, primordialisme merupakan sebuah perasaan kesukuan yang
berlebihan. Artinya, mereka memiliki rasa -memiliki, menjaga, dll- yang kuat
terhadap sukunya sendiri. Sehingga, terkadang ia mengucilkan masyarakat diluar
sukunya. Hal inilah yang paling ditakutkan ketika seseorang menyandingkan ras
ata budaya kedalam politik.
Pada dasarnya identitas juga selalu bersanding dengan multikulturalisme.
Karena identitas merupakan sebuah label yang diberikan oleh orang lain yang
memandang kita. Tidak mungkin ada orang yang menyebut identitas tanpa adanya
sebuah ras yang multi atau banyak. Pasalnya, kalau identitas itu hanya satu,
maka tidak perlu adanya identitas. Karena tidak ada satu hal yang membedakan
antara satu ras dengan ras lainnya. Tidak ada satu hal yang unik dari identitas
tersebut karena tidak ada pembeda lainnya.
BAB
III
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, saya mengambil bahasan tentang globalisme mendorong
identitas “seseorang” untuk muncul di ranah Internasional. Seseorang disini
bukan berarti orang atau negara, tapi individu. Seperti halnya beberapa sejarah
tentang Kongo, yang pada dasarnya bisa dikaitkan dengan globalisasi dan
identitas.
Kongo merupakan salah satu negara di Afrika. Pemimpin pertama Kongo adalah
Mobutu Sese Seko. Ia merupakan salah satu pemimpin Kongo yang ingin mengganti
identitas Kongo menjadi Zaire. Karena ia menginginkan sebuah identitas baru.
Menurutnya, Kongo merupakan sebuah bentukan dari kolonialisme, sehingga dirasa
perlu untuk membentuk identitas sendiri.
Pada dasarnya Kongo merupakan negara yang terbentuk
karena adanya kolonialisme. Ia sama sekali tidak memiliki asal-usul lainnya
kecuali pendirian dari kolonialisme. Dengan politik apartheid-nya, tak lupa ia
menciptakan sejarah-sejarah sendiri tentang Zaire atau Kongo. Ia
berkata bahwa[6]
:
“By
the policy of Authenticity, the return to our sources, I hope to mentally
decolonialize my people, that is to say, to modify the economic structures left
by the colonizers, for they were not adapted to a young country in the process
of development.
—Mobutu
Sese Seko (quoted in Du Bois 1973, 13)
Kemudian ia juga menganggap bahwa sistem politik dari dunia luar itu tidak
cocok dengan keadaan Afrika yang sebenarnya multikultur. Yang cocok bagi
pemerintahannya hanyalah kepala suku. dan menurutnya, ia merupakan kepala suku
dari kepala suku lainnya. Dengan kata lain, ia merupakan presidennya para ketua
suku.
Bahkan bisa dikatakan bahwa Mobutu berhasil membawa identitas Kongo ke ranah
Internasional. Hanya saja, identitas yang dimunculkan tersebut tidaklah sama
dengan kebenarannya. Ia menggambarkan bahwa Kongo merupakan negara yang kaya
akan mineral, Sumber Daya Alamnya baik, dan lain sebagainya. Bahkan sebuah
organisasi atau apapun ingin mengadakan sebuah konferensi di wilayah Afrika,
maka ia akan maju dan menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah dalam konferensi
tersebut.
Dari pemaparan diatas, maka dapat
kita ketahui bahwa identitas disini merupakan sebuah identitas yang dibentuk.
Kongo merupakan sebuah negara yang dibentuk oleh kolonialisme. Hanya saja,
timbullah sebuah politik identitas. Menurut Cressida Heyes, politik identitas
merupakan sebuah aktivitas politik dalam arti luas yang secara teoretik
menemukan pengalaman-pengalaman ketidak adilan yang dirasakan oleh
kelompok-kelompok tertentu dalam situasi tertentu. Dalam ini, berarti bahwa
Mobutu merasa tidak senang dengan adanya Kongo dengan identitas yang diberikan
sebagai warisan dari kolonialisme. Maka dari itu, ia membentuk sebuah gagasan
untuk menolak hal tersebut dengan cara mengganti identitas tersebut dengan
identitas yang baru. Bahkan ia sampai berani menunjukkannya ke dunia
internasional. Kemudian, globalisasi juga pada dasarnya turut memberikan
dukungan dalam menjalankan politik identitas tersebut. Dengan adanya
globalisasi komunikasi, maka perkembangannya akan lebih cepat. Setidaknya
politik identitas yang dibawakan atau diusung oleh Mabutu tersebut berkembang
ke berbagai belahan dunia dengan cepat. Respon yang akan diberikan oleh negara
lain pun tentunya akan sangat cepat pula tergantung dengan kepentingan dari
negara tersebut.
Dari studi kasus
tersebut, dapat kita lihat bahwa politik identitas disini merupakan sebuah
aktivitas politik dalam arti luas yang secara teoretik menemukan
pengelaman-pengalaman ketidakadilan yang dirasakan oleh kelompok tertentu dalam
situasi sosial tertentu (Fauzia Fitrianingrum, 2013). Dalam
kasus ini, biasanya yang dikenal dari Afrika ini adalah kata-kata yang bermakna
negatif. Misalnya, Afrika itu merupakan wilayah yang miskin, hitam, kelaparan,
dan lain sebagainya. Akan tetapi, saya melihat bahwa Kongo dengan pemimpinnya
yang sangat berani, memunculkan identitas dalam politik dunia. Ia mengenalkan
Kongo dengan berbagai hal yang indah. Misalnya, Kongo memiliki sumber daya alam
yang kaya, dan lain sebagainya. Padahal hal tersebut merupakan satu kebohongan.
Kemudian, saya juga melihat bahwa Seko menginginkan adanya satu identitas baru
yang bukan bentukan dari kolonialisme. Ia berusaha membuat semuanya dengan ide
dari dia sendiri. membuat sejarah dan lain sebagainya.
Aktivitas politik yang mengusung
identitas politik ini sempat berhasil, hanya saja seiring dengan berjalannya
waktu, ia bisa dikatakan mulai merapuh. Bahkan hingga runtuh dan dikatakan
sebagai kegagalan dari Afrika. Padahal dulu, pemikirannya sebagai counter hegemon itu sempat diadopsi oleh
beberapa negara lainnya.
Dari beberapa fakta tersebut, maka
dapat kita ambil kesimpulan bahwa sebenarnya politik identitas itu bisa saja
dimunculkan diranah internasional. Hanya saja, tidak semua hal yang
bersangkutan dengan politik identitas tersebut dapat diangkat ke ranah
internasional. Karena pada dasarnya, kita harus memilih-milih mana identitas
yang perlu kita angkat ke dunia internasional dan mana yang tidak perlu.
Kemudian mana yang benar dan mana yang salah. Kita tidak boleh mengangkat
identitas yang tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Karena suatu ketika
pasti akan ada sesuatu yang dapat merobohkan kebohongan tersebut.
Selain itu, politik identitas
biasanya disandingkan dengan multikulturalisme. Karena pada dasarnya
multikulturalisme itu adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan
kedalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap
realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat pada kehidupan
masyarakat. Akan tetapi, pada kasus ini politik identitas tidak dapat
disandingkan dengan multikulturalisme. Karena identitas hari ini lebih
ditekankan pada individu, bukan lagi pada negara, ras, budaya dan lain
sebagainya. Jadi tidak selalu politik identitas itu disandingkan dengan
multikulturalisme. Tergantung kasus yang sedang dihadapinya tersebut.
Selama identitas yang dimunculkan
tidak bersifat ras, maka keadaan suatu negara tersebut masih dapat
terkendalikan. Sedangkan kalau identitas yang dibawa sudahlah menuju ras, maka
perselisihan dapat terjadi kalau identitas tersebut tidak mampu lagi dikontrol
oleh negara tersebut.
BAB
IV
SIMPULAN
& SARAN
IV.1. SIMPULAN
Dari pemaparan
diatas dapat dikatakan bahwa identitas dapat menyebar secara cepat dengan
adanya globalisasi. Khususnya adalah globalisasi komunikasi dan informasi serta
globalisasi media. Dengan adanya media internet, sistem informasi yang serba
mudah didapat maka penyebaran dari satu fenomena ataupun berita akan menyebar
luas. Identitas, dapat menyebabkan konflik kalau misalnya identitas tersebut
tidak dapat lagi dikontrol oleh pemerintah di dalamnya. kemudian dapat kita
ketahui bahwa identitas disini merupakan sebuah identitas yang dibentuk. Kongo
merupakan sebuah negara yang dibentuk oleh kolonialisme. Hanya saja, timbullah
sebuah politik identitas. Menurut Cressida Heyes, politik identitas merupakan
sebuah aktivitas politik dalam arti luas yang secara teoretik menemukan
pengalaman-pengalaman ketidak adilan yang dirasakan oleh kelompok-kelompok
tertentu dalam situasi tertentu. Dalam ini, berarti bahwa Mobutu merasa tidak
senang dengan adanya Kongo dengan identitas yang diberikan sebagai warisan dari
kolonialisme.
Akan tetapi,
jika identitas yang diusung dalam hal ini bersifat ras, maka rentan menyebabkan
konflik. Meskipun pada dasarnya media tersebut juga bisa meredakan konflik
tersebut, dengan cara mengubah persepsi para pembaca.
IV.2. SARAN
Dalam makalah ini
saya memberikan saran agar selama ada di dalam pemerintahan, maka ia tidaklah
boleh menggunakan identitas tersebut dalam kepentingan negara. Karena hal
tersebut bisa saja menyebabkan pro dan kontra.
DAFTAR
PUSTAKA
Anne Ahira (n.d.) Pengertian Globalisasi Ekonomi dan Dampaknya. Available from : http://www.anneahira.com/pengertian-globalisasi.htm. Diakses pada
28 Oktober 2013.
Fauzia Fitria Ningrum (2013) Politik Identitas. Available from : http://iesdepedia.com/blog/2013/01/14/politik-identitas-teori/. Diakses pada
tanggal 27 Oktober 2013.
Kata Ilmu (n.d.) Pengertian
Globalisasi Lengkap. Available from: http://www.katailmu.com/2012/01/pengertian-globalisasi.html. Diakses pada
27 Oktober 2013.
Patricia M. Goff, Kevin C Dunn (2004) Introduction
In Defense of Identity [PDF]. United State: Palgrave Macmillan. Diakses pada 29
Oktober 2013.
Widayanti, Titik (2009) Politik Subaltern Pergulatan Identitas Waria. Yogjakarta: Research
Center for Politics and Governement Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM. Hal.
72.
Moch. Arif Setiawan (2013) Sejarah dan Proses Globalisasi. Available from : http://moch-arief-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75183-Umum-SEJARAH%20DAN%20PROSES%20GLOBALISASI.html
Ari Zulaikha (2013) Multikulturalisme.
Available from : http://ari_zulaicha-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-72568-Sosiologi-Multikulturalisme.html. Diakses pada 26 Oktober
2013.
[1] Kata Ilmu (n.d.) Pengertian Globalisasi Lengkap. Available
from: http://www.katailmu.com/2012/01/pengertian-globalisasi.html. Diakses pada 27 Oktober 2013.
[2] Anne Ahira (n.d.) Pengertian Globalisasi Ekonomi dan
Dampaknya. Available from : http://www.anneahira.com/pengertian-globalisasi.htm. Diakses pada 28 Oktober 2013.
[3] Moch. Arif Setiawan
(2013) Sejarah dan Proses Globalisasi.
Available from : http://moch-arief-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75183-Umum-SEJARAH%20DAN%20PROSES%20GLOBALISASI.html
[4] Fauzia Fitria Ningrum
(2013) Politik Identitas. Available
from : http://iesdepedia.com/blog/2013/01/14/politik-identitas-teori/. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2013.
[5] Ari Zulaikha (2013) Multikulturalisme.
Available from : http://ari_zulaicha-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-72568-Sosiologi-Multikulturalisme.html.
Diakses pada 26 Oktober 2013.
[6] Kevin Dunn (2003) From Congo
to Zaire: Mobutu’s Production of an “Authentic” National Identity [PDF].
New York: Palgrave Macmillan. Page 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar