Senin, 02 Juni 2014

Makalah Globalisasasi



BAB I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN
            Semakin bertambanya hari semakin bertambah pula ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi yang ada di dunia ini. Ditambah, dengan adanya globalisasi yang mempercepat proses penyebaran dari pengetahuan serta perkembangan teknologi tersebut, membuat masyarakat dunia semakin berpikir modern.
Akan tetapi, disadari atau tidak, globalisasi tersebut mempermudah kembalinya identitas yang lama ataupun mengembangkan identitas yang sudah ada dengan mudah, tanpa harus mendatangi daerah atau negaranya langsung. Terkadang, identitas yang kembali dimunculkan tersebut membawa suasana yang kurang menyenangkan atau bahkan menuai konflik (kalau kita tidak mampu mengendalikan identitas tersebut).
Maka dari itu, dalam penyusunan makalah ini saya lebih tertarik untuk membahas tentang globalisasi dan identitas. Karena meski bagaimanapun hal tersebut terjadi disekitar kita.

I.2. PERUMUSAN MASALAH
            Dalam makalah ini, saya membatasi pembahasan dengan merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu:
a.     Apakah identitas dapat menyebarluas secara cepat dengan adanya globalisasi?
b.     Apakah identitas yang dimunculkan kembali membawa dampak yang baik atau malah menuai perselisihan?
c.      Apakah globalisasi dapat meredakan kembali perselisihan atas munculnya identitas baru tersebut?
I.3. TUJUAN
Selain untuk memenuhi salah satu tugas pengganti Ujian Tengah Semester mata kuliah globalisasi, makalah ini juga bertujuan untuk :
a)     Untuk memahami lebih lanjut kaitan globalisasi dengan identitas
b)    Untuk memahami lebih lanjut pengertian dari globalisasi dan identitas
c)     Untuk mengetahui hubungan globalisasi dengan identitas, serta dampak yang akan muncul jika identitas yang dimunculkan itu menuai perselisihan

I.4. MANFAAT
            Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui lebih lanjut hubungan atau kaitan antara globalisasi dengan identitas.





















BAB II
KAJIAN TEORI
II.1. Globalisasi
Globalisasi merupakan satu kata yang tidak asing lagi di dengan oleh semua orang pada hari ini. Menurut Emanuel Ritcher, globalisasi merupakan jaringan kerja global secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi kedalam saling ketergantungan dan persatuan dunia (Kata Ilmu, n.d.). kebanyakan, kata globalisasi disangkut pautkan dengan berbagai kemajuan teknologi. Karena mau bagaimanapun, media informasi yang ada di internet sangatlah berpengaruh terhadap penyatuan masyarakat global tersebut. Hanya, bukan berarti media informasi saja yang berpengaruh terhadap kerjasama tersebut. Akan tetapi, kerja sama dalam bidang apapun juga turut serta mempengaruhi kecepatan penyatuan masyarakat yang sebelumnya terpecah-pecah, seperti yang dikatakan oleh Emanuel Ritcher tersebut.
Kemudian, John Huckle mengartikan globalisasi sebagai proses dengan mana kejadian, keputusan, atau kegiatan di salah satu bagian dunia menjadi suatu konsekuensi yang signifikan bagi individu dan masyarakat di daerah yang jauh[1]. Dalam hal ini berarti bahwa, segala hal yang terjadi yang mempunyai efek terhadap masyarakat yang berada di daerah lain yang jauh, disebut sebagai globalisasi. Misalnya, kebakaran di kalimantan dampak asapnya dapat dirasakan oleh masyarakat di Australia.
Selain Emanuel dan John Huckle yang mengartikan globalisasi. Banyak para ahli lain juga yang menjelaskan tentang globalisasi. Salah satunya yaitu, Kenneth Waltz. Kenneth Waltz memandang bahwa globalisasi biasanya dipahami sebagai ketergantungan yang terkait dengan perdamaian dan perdamaian semakin terbangun dengan adanya demokrasi. Hanya saja, pengertian globalisasi yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz ini lebih ke globalisasi ekonomi. Pasalnya, globalisasi ekonomi yang mendorong negara untuk membuat keputusan. Ketika negara menjadi lebih ketergantungan, keputusan dibuat secara kolektif dibidang ekonomi, bukan secara independen dari pihak politik negara[2].
Dari dua pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa globalisasi merupakan suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala macam aspek-aspeknya ke dalam satu kesatuan masyarakat yang utuh dan yang lebih besar.
Dalam hal ini, globalisasi memiliki dua dimensi. Yaitu dimensi ideologi dan dimensi teknologi. Dimensi ideologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia (Kata Ilmu, n.d.).
            Namun jika kita lihat dari sejarah globalisasi itu sendiri, pengertian globalisasi tersebut dapat disandingkan dengan kepentingan Amerika Serikat. Globalisasi adalah upaya kaum neo-liberalis untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat untuk melakukan hegemoninya terhadap dunia melalui institusi nasionalnya[3].
            Sekarang, penyebaran globalisasi sangatlah mudah. Karena ada fasilitas yang lebih menunjang dibandingkan sebelumnya. Kalau sebelumnya, kita perlu pergi ke negara yang bersangkutan untuk menyebarkan globalisasi, kini cukup dengan menggunakan media yang ada di internet. Media-media tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung sungguhlah memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarluaskan sebuah fenomena hingga kemudian, dampak dari fenomena tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat internasional lainnya. Misalnya, pasca terjadinya 9/11, pada tahun 2000 lalu. Setahun kemudian (tepatnya tahun 2001), Amerika telah mendeklarasikan “War on Terror”. Sebelumnya, tidak ada definisi terorisme sama sekali. Akan tetapi, setelah Amerika Serikat berhasil menyebarluaskan kejadian tersebut, maka seluruh dunia langsung menanggapinya. Tak hanya itu, kejadian tersebut menyebabkan masyarakat internasional yang menganut agama Islam selalu di curigai. Pasalnya, Amerika selalu menyandingkan kata terorisme tersebut dengan Islam.
Dengan demikian, maka media sangatlah membantu dalam pengglobalisasian suatu fenomena. Hingga akhirnya memberikan dampak kepada mereka yang merasa terusik dengan fenomena tersebut. 
            Adapun beberapa aspek globalisasi diantaranya:
1.     Globalisasi informasi dan komunikasi, sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan sarana informasi.
2.     Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas
3.     Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya dan kesadaran
4.     Globalisasi media massa cetak, elektronik,
5.     Serta globalisasi politik dan wawasan.
Kemudian, globalisasi ini tentu saja memberikan dampak atau pengaruh kepada kita. Mulai dari dampak negatif. Dampak negatifnya antara lain adalah informasi yang tidak tersaring, membuat tidak kreatif (karena perilaku konsumtif), membuat sikap menutup diri, berpikir sempit, banyak meniru perilaku yang buruk, mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara. Sedangkan dampak positif dari globalisasi adalah mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan, mudah melakukan komunikasi, memacu untuk meningkatkan kualitas diri, mudah memenuhi tujuan.
           
II.2. Identitas
Pada dasarnya identitas merupakan sesuatu yang sudah ada sejak dulu. Identitas biasanya disandingkan dengan primordialisme, atau sebuah rasa yang sudah diterapkan sejak lahir, sulit untuk diubah, dan terkadang memandang rendah golongan yang bukan termasuk golongannya.
Menurut Jeffrey week, identitas itu berkaitan dengan belonging tentang persamaan dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan seseorang dengan yang lain (Widayanti, 2003;72). Dalam hal ini, identitas sekarang bukan lagi disandingkan dengan negara, akan tetapi identitas sudah lebih menekankan pada individu. Kemudian, pengertian identitas menurut Struat Hall adalah sebagai proses yang terbentuk melalui sistem bawah sadar. Namun, ia lebih menilai identitas sebagai proses menjadi (becoming) daripada nilai baku atau taken for granted[4].
Dalam artikel Identity and Global Politics, Empirical and Theoretical Elaborations chapter 1, Patricia M. Goff dan Kevin C. Dunn memaparkan tentang beberapa ahli yang memberikan definisi identitas. Akan tetapi, di akhir mereka menyebutkan bahwa identitas sebenarnya tidak bisa di definisikan dan tidak usah di definisikan. Terlalu sulit untuk mendefinisikan identitas tersebut.
            Ada 3 pendekatan pembentukan identitas (iespedia, 2013) :
a.     Primordialisme
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa identitas itu terkait dengan primordialisme atau identitas itu lahir secara alamiah atau turun temurun.
b.     Konstruktivisme
Identitas sebagai sesuatu yang dibentuk dan hasil dari proses yang kompleks. Identitas dapat terbentuk melalui ikatan-ikatan kultural dalam masyarakat.
c.      Instrumentalisme
Identitas merupakan sesuatu yang dikonstruksikan untuk kepentingan elit dan lebih menekan pada aspek kekuasaan.
Berbicara tentang identitas, maka kita juga akan berbicara tentang multikulturalisme. Multikulturalisme pada dasarnya merupakan sebuah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan kedalam berbagai kebijkan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat pada kehidupan masyarakat[5]. Kemudian, pengertian dari multikultur itu sendiri berarti banyak budaya atau lebih halusnya adalah keberagaman budaya. Jumlah budaya yang ada di dunia sangatlah banyak. Dengan adanya perbedaan tersebut, tak jarang terjadi konflik disana.
Penyebab dari konflik tersebut adalah primordialisme. Menurut etimologi, primordialisme berasal dari bahasa latin, yaitu primus yang berarti utama, dan ordiri yang berarti tenunan atau ikatan. Sedangkan menurut KBBI, primordialisme merupakan sebuah perasaan kesukuan yang berlebihan. Artinya, mereka memiliki rasa -memiliki, menjaga, dll- yang kuat terhadap sukunya sendiri. Sehingga, terkadang ia mengucilkan masyarakat diluar sukunya. Hal inilah yang paling ditakutkan ketika seseorang menyandingkan ras ata budaya kedalam politik.
Pada dasarnya identitas juga selalu bersanding dengan multikulturalisme. Karena identitas merupakan sebuah label yang diberikan oleh orang lain yang memandang kita. Tidak mungkin ada orang yang menyebut identitas tanpa adanya sebuah ras yang multi atau banyak. Pasalnya, kalau identitas itu hanya satu, maka tidak perlu adanya identitas. Karena tidak ada satu hal yang membedakan antara satu ras dengan ras lainnya. Tidak ada satu hal yang unik dari identitas tersebut karena tidak ada pembeda lainnya.
















BAB III
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, saya mengambil bahasan tentang globalisme mendorong identitas “seseorang” untuk muncul di ranah Internasional. Seseorang disini bukan berarti orang atau negara, tapi individu. Seperti halnya beberapa sejarah tentang Kongo, yang pada dasarnya bisa dikaitkan dengan globalisasi dan identitas.
Kongo merupakan salah satu negara di Afrika. Pemimpin pertama Kongo adalah Mobutu Sese Seko. Ia merupakan salah satu pemimpin Kongo yang ingin mengganti identitas Kongo menjadi Zaire. Karena ia menginginkan sebuah identitas baru. Menurutnya, Kongo merupakan sebuah bentukan dari kolonialisme, sehingga dirasa perlu untuk membentuk identitas sendiri.
Pada dasarnya Kongo merupakan negara yang terbentuk karena adanya kolonialisme. Ia sama sekali tidak memiliki asal-usul lainnya kecuali pendirian dari kolonialisme. Dengan politik apartheid-nya, tak lupa ia menciptakan sejarah-sejarah sendiri tentang Zaire atau Kongo. Ia berkata bahwa[6] :
“By the policy of Authenticity, the return to our sources, I hope to mentally decolonialize my people, that is to say, to modify the economic structures left by the colonizers, for they were not adapted to a young country in the process of development.
—Mobutu Sese Seko (quoted in Du Bois 1973, 13)
Kemudian ia juga menganggap bahwa sistem politik dari dunia luar itu tidak cocok dengan keadaan Afrika yang sebenarnya multikultur. Yang cocok bagi pemerintahannya hanyalah kepala suku. dan menurutnya, ia merupakan kepala suku dari kepala suku lainnya. Dengan kata lain, ia merupakan presidennya para ketua suku.
Bahkan bisa dikatakan bahwa Mobutu berhasil membawa identitas Kongo ke ranah Internasional. Hanya saja, identitas yang dimunculkan tersebut tidaklah sama dengan kebenarannya. Ia menggambarkan bahwa Kongo merupakan negara yang kaya akan mineral, Sumber Daya Alamnya baik, dan lain sebagainya. Bahkan sebuah organisasi atau apapun ingin mengadakan sebuah konferensi di wilayah Afrika, maka ia akan maju dan menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah dalam konferensi tersebut.
            Dari pemaparan diatas, maka dapat kita ketahui bahwa identitas disini merupakan sebuah identitas yang dibentuk. Kongo merupakan sebuah negara yang dibentuk oleh kolonialisme. Hanya saja, timbullah sebuah politik identitas. Menurut Cressida Heyes, politik identitas merupakan sebuah aktivitas politik dalam arti luas yang secara teoretik menemukan pengalaman-pengalaman ketidak adilan yang dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam situasi tertentu. Dalam ini, berarti bahwa Mobutu merasa tidak senang dengan adanya Kongo dengan identitas yang diberikan sebagai warisan dari kolonialisme. Maka dari itu, ia membentuk sebuah gagasan untuk menolak hal tersebut dengan cara mengganti identitas tersebut dengan identitas yang baru. Bahkan ia sampai berani menunjukkannya ke dunia internasional. Kemudian, globalisasi juga pada dasarnya turut memberikan dukungan dalam menjalankan politik identitas tersebut. Dengan adanya globalisasi komunikasi, maka perkembangannya akan lebih cepat. Setidaknya politik identitas yang dibawakan atau diusung oleh Mabutu tersebut berkembang ke berbagai belahan dunia dengan cepat. Respon yang akan diberikan oleh negara lain pun tentunya akan sangat cepat pula tergantung dengan kepentingan dari negara tersebut.
Dari studi kasus tersebut, dapat kita lihat bahwa politik identitas disini merupakan sebuah aktivitas politik dalam arti luas yang secara teoretik menemukan pengelaman-pengalaman ketidakadilan yang dirasakan oleh kelompok tertentu dalam situasi sosial tertentu (Fauzia Fitrianingrum, 2013). Dalam kasus ini, biasanya yang dikenal dari Afrika ini adalah kata-kata yang bermakna negatif. Misalnya, Afrika itu merupakan wilayah yang miskin, hitam, kelaparan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, saya melihat bahwa Kongo dengan pemimpinnya yang sangat berani, memunculkan identitas dalam politik dunia. Ia mengenalkan Kongo dengan berbagai hal yang indah. Misalnya, Kongo memiliki sumber daya alam yang kaya, dan lain sebagainya. Padahal hal tersebut merupakan satu kebohongan. Kemudian, saya juga melihat bahwa Seko menginginkan adanya satu identitas baru yang bukan bentukan dari kolonialisme. Ia berusaha membuat semuanya dengan ide dari dia sendiri. membuat sejarah dan lain sebagainya.
Aktivitas politik yang mengusung identitas politik ini sempat berhasil, hanya saja seiring dengan berjalannya waktu, ia bisa dikatakan mulai merapuh. Bahkan hingga runtuh dan dikatakan sebagai kegagalan dari Afrika. Padahal dulu, pemikirannya sebagai counter hegemon itu sempat diadopsi oleh beberapa negara lainnya. 
Dari beberapa fakta tersebut, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa sebenarnya politik identitas itu bisa saja dimunculkan diranah internasional. Hanya saja, tidak semua hal yang bersangkutan dengan politik identitas tersebut dapat diangkat ke ranah internasional. Karena pada dasarnya, kita harus memilih-milih mana identitas yang perlu kita angkat ke dunia internasional dan mana yang tidak perlu. Kemudian mana yang benar dan mana yang salah. Kita tidak boleh mengangkat identitas yang tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Karena suatu ketika pasti akan ada sesuatu yang dapat merobohkan kebohongan tersebut.
Selain itu, politik identitas biasanya disandingkan dengan multikulturalisme. Karena pada dasarnya multikulturalisme itu adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan kedalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat pada kehidupan masyarakat. Akan tetapi, pada kasus ini politik identitas tidak dapat disandingkan dengan multikulturalisme. Karena identitas hari ini lebih ditekankan pada individu, bukan lagi pada negara, ras, budaya dan lain sebagainya. Jadi tidak selalu politik identitas itu disandingkan dengan multikulturalisme. Tergantung kasus yang sedang dihadapinya tersebut.
            Selama identitas yang dimunculkan tidak bersifat ras, maka keadaan suatu negara tersebut masih dapat terkendalikan. Sedangkan kalau identitas yang dibawa sudahlah menuju ras, maka perselisihan dapat terjadi kalau identitas tersebut tidak mampu lagi dikontrol oleh negara tersebut.







BAB IV
SIMPULAN & SARAN
IV.1. SIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa identitas dapat menyebar secara cepat dengan adanya globalisasi. Khususnya adalah globalisasi komunikasi dan informasi serta globalisasi media. Dengan adanya media internet, sistem informasi yang serba mudah didapat maka penyebaran dari satu fenomena ataupun berita akan menyebar luas. Identitas, dapat menyebabkan konflik kalau misalnya identitas tersebut tidak dapat lagi dikontrol oleh pemerintah di dalamnya. kemudian dapat kita ketahui bahwa identitas disini merupakan sebuah identitas yang dibentuk. Kongo merupakan sebuah negara yang dibentuk oleh kolonialisme. Hanya saja, timbullah sebuah politik identitas. Menurut Cressida Heyes, politik identitas merupakan sebuah aktivitas politik dalam arti luas yang secara teoretik menemukan pengalaman-pengalaman ketidak adilan yang dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam situasi tertentu. Dalam ini, berarti bahwa Mobutu merasa tidak senang dengan adanya Kongo dengan identitas yang diberikan sebagai warisan dari kolonialisme.
Akan tetapi, jika identitas yang diusung dalam hal ini bersifat ras, maka rentan menyebabkan konflik. Meskipun pada dasarnya media tersebut juga bisa meredakan konflik tersebut, dengan cara mengubah persepsi para pembaca.
IV.2. SARAN
Dalam makalah ini saya memberikan saran agar selama ada di dalam pemerintahan, maka ia tidaklah boleh menggunakan identitas tersebut dalam kepentingan negara. Karena hal tersebut bisa saja menyebabkan pro dan kontra.





DAFTAR PUSTAKA
Anne Ahira (n.d.) Pengertian Globalisasi Ekonomi dan Dampaknya. Available from : http://www.anneahira.com/pengertian-globalisasi.htm. Diakses pada 28 Oktober 2013.
Fauzia Fitria Ningrum (2013) Politik Identitas. Available from : http://iesdepedia.com/blog/2013/01/14/politik-identitas-teori/. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2013.
Kata Ilmu (n.d.) Pengertian Globalisasi Lengkap. Available from: http://www.katailmu.com/2012/01/pengertian-globalisasi.html. Diakses pada 27 Oktober 2013.
Patricia M. Goff, Kevin C Dunn (2004) Introduction In Defense of Identity [PDF]. United State: Palgrave Macmillan. Diakses pada 29 Oktober 2013.
Widayanti, Titik (2009) Politik Subaltern Pergulatan Identitas Waria. Yogjakarta: Research Center for Politics and Governement Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM. Hal. 72.
Moch. Arif Setiawan (2013) Sejarah dan Proses Globalisasi. Available from : http://moch-arief-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75183-Umum-SEJARAH%20DAN%20PROSES%20GLOBALISASI.html
Ari Zulaikha (2013) Multikulturalisme. Available from : http://ari_zulaicha-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-72568-Sosiologi-Multikulturalisme.html. Diakses pada 26 Oktober 2013.




[1] Kata Ilmu (n.d.) Pengertian Globalisasi Lengkap. Available from: http://www.katailmu.com/2012/01/pengertian-globalisasi.html. Diakses pada 27 Oktober 2013.

[2] Anne Ahira (n.d.) Pengertian Globalisasi Ekonomi dan Dampaknya. Available from : http://www.anneahira.com/pengertian-globalisasi.htm. Diakses pada 28 Oktober 2013.
[3] Moch. Arif Setiawan (2013) Sejarah dan Proses Globalisasi. Available from : http://moch-arief-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75183-Umum-SEJARAH%20DAN%20PROSES%20GLOBALISASI.html
[4] Fauzia Fitria Ningrum (2013) Politik Identitas. Available from : http://iesdepedia.com/blog/2013/01/14/politik-identitas-teori/. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2013.
[5] Ari Zulaikha (2013) Multikulturalisme. Available from : http://ari_zulaicha-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-72568-Sosiologi-Multikulturalisme.html. Diakses pada 26 Oktober 2013.
[6] Kevin Dunn (2003) From Congo to Zaire: Mobutu’s Production of an “Authentic” National Identity [PDF]. New York: Palgrave Macmillan. Page 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar